TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan pertambangan asal Amerika Serikat, PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) dan pemegang saham mayoritasnya, Nusa Tenggara Partnership B.V. mengumumkan pengajuan gugatan arbitrase internasional terhadap pemerintah Indonesia, Selasa, 1 Juli 2014. Gugatan ini terkait larangan ekspor konsentrat yang berlaku sejak 12 Januari 2014 yang berdampak pada penghentian kegiatan produksi perseroan di tambang Batu Hijau, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. (Baca juga : Setelah Freeport, Newmont Sowan Chairul Tanjung)
Presiden Direktur Newmont Nusa Tenggara Martiono Hadianto mengatakan langkah ini diambil setelah upaya pembicaraan dengan pemerintah selama enam bulan terakhir terkait larangan ekspor belum juga selesai. “Kami dan para pemegang saham tidak ada pilihan lain dan terpaksa mengupayakan penyelesaian masalah ini melalui arbitrase internasional guna memastikan bahwa pekerjaan-pekerjaan, hak-hak, serta kepentingan-kepentingan para pemangku kepentingan perusahaan terlindungi,” kata Martiono dalam keterangan tertulis, Selasa, 1 Juli 2014.
Martiono menyatakan bea keluar dan larangan ekspor konsentrat tembaga bertentangan dengan kontrak karya dan perjanjian investasi bilateral antara Indonesia dan Belanda. Dalam gugatan arbitrase yang diajukan kepada the International Center for the Settlement of Investment Disputes, Newmont Nusa Tenggara dan Nusa Tenggara Partnership mengharapkan mendapat putusan sela yang mengizinkan perseroan mengekspor konsentrat lagi sehingga kegiatan pertambangan di Batu Hijau bisa dioperasikan kembali. (Lihat juga : Renegosiasi Newmont Hampir Rampung)
Pada 5 Juni 2014, perusahaan mengumumkan telah menghentikan kegiatan produksi di tambang Batu Hijau. Saat ini tambang tembaga dan emas Batu Hijau berada dalam tahap perawatan dan pemeliharaan seiring terus dilakukannya upaya penyelesaian masalah ekspor.
Pemerintah melarang ekspor bijih mineral dan mengenakan bea keluar tinggi atas ekspor konsentrat tembaga untuk mendorong pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Selain masalah bea keluar, hingga saat ini pemerintah belum juga menerbitkan surat persetujuan ekspor (SPE) konsentrat tembaga untuk Newmont.
BERNADETTE CHRISTINA MUNTHE
Terpopuler :
Hari Ini, Tigerair Mandala Resmi Setop Terbang
Aset Danamon Syariah Tumbuh 14 Persen di Kuartal I
16.200 Motor dan 25.800 Penumpang Mudik Gratis
Pembangunan Empat Smelter dan Otomotif Dongkrak Pertumbuhan Industri
KORAN-Ekonomi, Tuesday,01/Jul/2014 14:46:46
By: amir_tejo
Jakarta-Pembangunan empat smelter dan ekspansi produsen otomotif yang melakukan ekspor kendaraan ke mancara negara dinilai sebagai sektor yang mendongkrak pertumbuhan industri di semester pertama tahun 2014.
Menteri Perindustrian MS Hidayat memperkirakan pertumbuhan industri pada semester I tahun 2014 terjadi penurunan. Angkanya akan berkisar pada 5,5-,5,6 persen. Angka pertumbuhan ini lebih kecil dibandingkan semester pertama pada 2013 yang mencapai 6,74 persen. "Data resminya belum ada, tapi saya memperkirakan pertumbuhan semester akan berkisar pada angka tersebut," kata Menteri Perindustrian MS Hidayat kepada para wartawan di kantornya, 1 JUli 2014.
Menurut dia, penurunan angka pertumbuhan industri ini karena perlambatan investasi. Penyebabnya karena para investor masing menunggu hasil pemilihan Presiden tanggal 9 Juli mendatang. "Mungkin dalam sebulan ini investasi dihold sementara, menunggu pilpres," kata Hidayat.
Namun meski pemilu presiden masih baru dilaksanakan pada 9 Juli mendatang, kata Hidayat investor sebenarnya sudah memiliki gambaran kebijakan ekonomi dari masing-masing pasangan jika mereka terpilih nanti dari hasil debat calon presiden. Menurut Hidayat pernyataan yang akan dikeluarkan oleh pasangan calon presiden pada debat capres 5 Juli nanti, itu juga penting karena itu juga akan menjadi indikasi kuat fokus program mereka jika terpilih menjadi presiden. "Semoga itu bisa menetramkan," kata Hidayat.
Pengamat ekonomi dari Universitas Padjajaran Bandung, Ina Primiana tak membantah asumsi M.S Hidayat jika perlambatan pertumbuhan ekonomi disebabkan karena faktor pemilu. Tapi menurut dia sebenarnya, perlambatan pertumbuhan ekonomi ini juga disebbakan faktor lain yang lebih besar yaitu daya saing Indonesia yang semakin menurun dibanding negara lain akibat lemahnya sektor pendukung untuk industri seperti infrastruktur, energi dan tenaga kerja.
"Selama ini, perindustrian masih menjadi tanggungjawab Kementerian Perindustrian saja. Padahal support dari kementerian juga sangat dibutuhkan,"ujar dia.
Natsir Mansyur, Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Daerah Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menilai penurunan pertumbuhan industri di Indonesia disebabkan oleh dua faktor. Faktor pertama karena karena adanya penurunan permintaan dalam dan luar negeri. "Shingga kapasitas terpasang pabrik tak digunakan secara maksimal," kata dia. Sedangkan faktor kedua adalah momen pemilu. Menurut Natsir para investor masih wait and see, menunggu presiden baru terpilih. "Mereka berharap Presiden baru mengerti kebutuhan dunia industri," ujar dia.
AMIR_TEJO