TEMPO.CO, Karanganyar - Kampanye terselubung yang dilakukan Bupati dan Wakil Bupati Karanganyar, Juliyatmono-Rohadi Widodo diminta segera diusut. Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Karanganyar Paryono mengatakan kampanye tidak hanya dilakukan di satu kecamatan.
"Tapi di semua kecamatan. Kampanye itu dilakukan saat pembagian insentif untuk ketua RT," katanya kepada Tempo, Selasa, 1 Juli 2014.
Dia menilai tindakan Juliyatmono tidak mencerminkan karakter seorang pemimpin. Sebab sebagai pejabat publik, sudah memanfaatkan jabatannya untuk mengkampanyekan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. "Apalagi uang yang dibagikan uang rakyat," ucapnya.
Dia mengatakan Juliyatmono sudah memberikan contoh berdemokrasi yang tidak baik. Sebab menyalahgunakan jabatannya untuk kepentingan politik praktis. Paryono mengaku tidak khawatir tindakan Bupati Juliyatmono bakal menggerus suara Joko Widodo-Jusuf Kalla di Karanganyar. Hanya saja dia menyayangkan hal itu karena sudah memberi contoh buruk ke masyarakat.
Dia mengaku sudah melaporkan ihwal pelanggaran tersebut ke Panitia Pengawas Pemilu Karanganyar. Sekarang pihaknya menunggu langkah Panwaslu. "Kami sudah lapor sejak beberapa hari lalu. Sekarang tinggal Panwaslu berani atau tidak mengusutnya," katanya.
Terpisah, Ketua Panwaslu Karanganyar Dwi Joko Mulyono justru mengaku belum mendapat laporan soal pelanggaran kampanye yang dilakukan Bupati Juliyatmono. "Belum ada laporan dari Panwas Kecamatan atau tim sukses capres lain," ucapnya.
Dia mengaku sudah meminta anggota Panwascam menunggui acara pembagian insentif RT oleh Bupati atau Wakil Bupati Karanganyar. Jika memang terbukti melakukan kampanye, bisa dilaporkan dan diproses di Panwaslu Kabupaten. "Masyarakat juga bisa melapor ke Panwaslu," katanya.
Dwi Joko mengatakan baru bisa mengusut jika sudah ada laporan yang masuk. Sebab nantinya akan dilakukan klarifikasi ke pelapor maupun terlapor. Jika memang memenuhi unsur pelanggaran pidana, terlapor akan dikenakan pasal pidana.
Dia menyebut seorang pejabat negara mestinya tidak boleh berkampanye. Sebab posisinya adalah pejabat publik dan bukan mewakili partai.
Sejauh ini pihaknya belum menerima laporan pelanggaran pidana pemilu. Yang sudah masuk adalah laporan pelanggaran administratif seperti alat peraga kampanye yang dipasang di kawasan larangan kampanye. "Ada seribu lebih alat peraga kampanye yang melanggar," katanya.
UKKY PRIMARTANTYO