TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung kecewa atas kebijakan PT Newmont Nusa Tenggara menggugat pemerintah Indonesia ke badan arbitrase internasional. "Kan kami masih tahap negosiasi, kok tiba-tiba arbitrase," kata Chairul di kantornya, Jakarta, Rabu, 2 Juli 2014.
Gugatan arbitrase, ia menjelaskan, bisa ditempuh jika negosiasi tak mencapai kata sepakat alias deadlock. "Kalau ini kan sudah ada beberapa hal yang disepakati," kata Chairul. (Baca juga : Renegosiasi Newmont Hampir Rampung)
Dengan adanya gugatan tersebut, Chairul menganggap tak ada iktikad baik dari Newmont untuk berinvestasi di Indonesia. Padahal pemerintah selalu berkomitmen melindungi investor di Indonesia. "Kami kan ingin iklim investasi juga baik," katanya.
Chairul menambahkan, meski pemerintah digugat, negosiasi akan terus berlanjut. Pemerintah pun akan tetap melaksanakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral, dan Batu Bara. "Kami tidak akan melanggar undang-undang yang sudah ada sejak 2009," katanya.
Perusahaan pertambangan asal Amerika Serikat, PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) dan pemegang saham mayoritasnya, Nusa Tenggara Partnership B.V.m mengumumkan pengajuan gugatan arbitrase internasional terhadap pemerintah Indonesia, Selasa, 1 Juli 2014. Gugatan ini berkaitan dengan larangan ekspor konsentrat yang berlaku sejak 12 Januari 2014 yang berdampak penghentian kegiatan produksi Perseroan di pertambangan Batu Hijau, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. (Baca juga : Nemwont Resmi Gugat Pemerintah ke Arbitrase)
Presiden Direktur Newmont Nusa Tenggara Martiono Hadianto mengatakan langkah ini diambil setelah upaya pembicaraan dengan pemerintah selama enam bulan terakhir ihwal larangan ekspor belum juga selesai. "Kami dan para pemegang saham tidak ada pilihan lain dan terpaksa mengupayakan penyelesaian masalah ini melalui arbitrase internasional guna memastikan bahwa pekerjaan-pekerjaan, hak-hak, serta kepentingan-kepentingan para pemangku kepentingan perusahaan terlindungi," kata Martiono dalam keterangan tertulis, Selasa, 1 Juli 2014.
Saat ini, mayoritas saham Newmont (56 persen) dikuasai konsorsium Sumitomo dan Newmont Indonesia Ltd (NIL). Sebanyak 24 persen dipegang PT Multi Daerah Bersaing (MDB) yang merupakan konsorsium PT Multicapital Indonesia dan PT Daerah Maju Bersaing (DMB) milik tiga pemerintah daerah di NTB.
Pemilik lain, PT Pukuafu Indah, memiliki 17,8 persen saham. Sisanya, 2,2 persenm dimiliki PT Indonesia Masbaga Investama. Adapun saham sebesar 7 persen semula akan dibeli oleh pemerintah Indonesia, namun hingga kini tak kunjung terealisasi karena terganjal restu Dewan Perwakilan Rakyat.
TRI ARTINING PUTRI