TEMPO.CO, Paris - Meski Nicolas Sarkozy sudah kembali ke rumahnya di Paris setelah menjalani interogasi selama 15 jam ihwal kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang, nasib mantan Presiden Prancis itu belum sepenuhnya aman.
Saat ini, seperti dilaporkan laman Expatica, hakim telah menetapkan status min en examen kepada Sarkozy, yang secara harfiah menempatkan Sarkozy sebagai obyek investigasi resmi. Ia bisa dipanggil kembali ke penjara untuk diinterogasi setiap saat. (Baca:Mantan Presiden Prancis Ditangkap Polisi)
Jika semua tuduhan yang dibebankan kepada Sarkozy terbukti, pria 59 tahun ini bisa menghadapi hukuman hingga 10 tahun penjara dan denda 150 ribu euro atau sekitar Rp 2,4 miliar.
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan stasiun televisi dan radio Prancis, Sarkozy membantah semua tuduhan. Ia menyangkal tudingan bahwa dia telah menjanjikan sebuah jabatan kepada seorang hakim demi pertukaran informasi dan menerima dana ilegal untuk keperluan kampanye dari pengusaha Liliane Bettencourt dan mantan Presiden Libya Muammar Khadafi. (Baca: Korupsi, Sarkozy Tuding Partai Sosialis 'Otaknya')
Penangkapan Sarkozy dilakukan dengan menyadap telepon pribadinya. Ia kemudian menjalani pemeriksaan dan penahanan oleh polisi antikorupsi Prancis. Sarkozy disebut dulu pernah memiliki telepon seluler khusus yang diberi nama panggilan "Paul Bismuth". Ponsel ini ia gunakan untuk berbicara dengan pengacaranya, sebab ia menduga percakapannya via telepon telah direkam.
Sarkozy sempat menikmati masa tak tersentuh hukum atau impunitas, yakni saat dia menjabat Presiden Prancis. Namun hak istimewa itu berakhir saat dia tak lagi jadi presiden. Begitu dia meletakkan jabatan pada 2012, rumah Sarkozy di Paris yang ditempati bersama istri ketiganya, Carla Bruni, digerebek oleh polisi antikorupsi. Kasus ini bergulir hingga sekarang. (Baca:15 Jam Diinterogasi, Sarkozy Dalam Pantauan Hakim)
ANINGTIAS JATMIKA | EXPATICA | BBC | DAILY MAIL
Berita lainnya:
Polisi Hong Kong Tangkap 511 Pendemo Prodemokrasi
Pemakaman Pemuda Israel Dihadiri Ribuan Pelayat
Pemimpin Pemberontak Irak Serukan Perang Suci