TEMPO.CO, Bandung - Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Cianjur tidak bisa menunjukkan ratusan dokumen C1 Plano dalam penghitungan ulang sengketa perolehan suara caleg Demokrat untuk DPRD Jawa Barat di sebelas desa di Kecamatan Cianjur. "Ketika membuka kotak suara, bukti fisik yang ada dalam kotak hanya 237 (dokumen), sisanya 107 (dokumen) tidak ditemukan," kata Ketua KPU Cianjur Anggi Shofia Wardani di sela penghitungan suara ulang di KPU Jawa Barat di Bandung, Rabu, 2 Juni 2014.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 10-07-12/PHPU-DPR-DPRD/XII/2014 mengharuskan KPU Kabupaten Cianjur menghitung ulang perolehan suara dua caleg Partai Demokrat untuk DPRD Jawa Barat dalam dokumen C1 Plano hasil pencatatan perolehan suara TPS yang ada di sebelas desa di Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur.
Dokumen C1 Plano itu berupa lembaran kertas karton lebar yang dipampangkan di tiap TPS untuk mencatatkan hasil perolehan suara sebelum dipindahkan ke formulir C1 yang dibagikan petugas pemilu, pengawas serta saksi.
Menurut Anggi, pengosongan kotak suara itu mengkuti perintah pengosongan kotak oleh KPU karena kotak itu akan digunakan dalam pemilu presiden. Surat suara yang ada dalam kotak juga sulit dipilah karena sudah ditumpuk dengan surat suara dari kotak suara lainnya.
Ketua KPU Jawa Barat Yayat Hidayat memutuskan meneruskan perintah KPU RI untuk melaksanakan amar putusan Mahkamah Konstitusi itu dengan menghitung dokumen C1 berhologram yang dipegang oleh lembaganya yang berisi salinan hasil penghitungan suara yang tercatat pada C1 Plano. "Kita dibatasi waktu. KPU RI diberikan waktu hanya tujuh hari (untuk penghitungan ulang)," kata dia.
Yayat mengatakan, keberatan soal yang dilayangkan dalam proses penghitungan itu akan dicatat dan dilaporkan pada KPU RI. Hasil penghitungan suara itu dan berita acara prosesnya akan diserahkan KPU RI pada Mahkamah Konstitusi. "Kita ambil keputusan C1 Plano hilang," kata dia.
Ketua Divisi Pengawasan Bawaslu Jawa Barat, M. Wasikin Marzuki, akan meminta klarifikasi atas hilangnya 107 ratusan C1 Plano itu pada KPU Cianjur. "Dalam kasus amar putusan MK, ini menghilangkan barang bukti, karena C1 Plano itu kan barang bukti untuk dihitung ulang. Ini dokumen negara yang harus dijaga," kata dia.
Wasikin menduga dokumen itu sengaja dihilangkan oleh komisioner lama yang bertanggung jawab mengurus logistik di KPU Cianjur. Komisioner yang bersangkutan kini sudah dipecat oleh DKPP dan diganti oleh orang baru.
Dia menuding KPU Cianjur belum berupaya maksimal mencari barang bukti itu karena tidak memanggil komisioner lama yang bertangung jawab mengurus logistik pemilu legislatif. "Bawaslu mempertimbangkan apakah akan dibawa ke ranah pidana umum atau DKPP," kata dia.
Caleg Partai Demokrat Hedi Permadi Boy yang melayangkan gugatan perolehan suara itu juga mempertanyakan hilangnya dokumen C1 Plano itu. Dia mengklaim perolehan suaranya seharusnya bisa mengungguli caleg separtainya, Wawan Setiawan, yang digugatnya atas dugaan penggelembungan suara. Dia setuju penghitungan ulang diteruskan kendati memakai dokumen C1 Hologram.
Sebaliknya, tergugat Wawan Setiawan keberatan. Dia meminta agar penghitungan suara hanya dilakukan pada ratusan dokumen C1 Plano yang ada minus yang hilang. "Saya menginginkan yang 107 (dokumen C1 Plano) itu tidak perlu diganti dengan apa pun," kata dia.
Anggota KPU RI Ferry Kurnia Rizkiansyah mengatakan apa pun alasannya, dokumen C1 Plano tidak boleh hilang. "Ini harus dicari sebabnya seperti apa? Apa hilangnya karena faktor kesengajaan atau ada faktor kelalaian. Kita akan telusuri soal ini," kata dia.
AHMAD FIKRI