TEMPO.CO, Surabaya - Badan Pusat Statistik mencatat perkembangan demokrasi di Jawa Timur masih tergolong buruk bila mengacu pada standar United Nations Development Programme (UNDP). Hal itu terlihat dari nilai Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2013 melalui survei Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM, Bappenas, UNDP, dan tim ahli.
IDI Jawa Timur pada tahun 2013 hanya sebesar 59,32 poin dari skala 0-100. “Angka ini di bawah ambang batas skor 60 untuk klasifikasi demokrasi tingkat sedang,” ujar Kepala BPS Jawa Timur M. Sairi Hasbullah di kantornya, Jumat, 5 Juli 2014.
Meski demikian, kata Sairi, dibandingkan tahun 2012, IDI Jawa Timur mengalami kenaikan sebesar 4,33 poin, yakni 54,99 poin. “Walaupun angka IDI Jatim terbilang rendah, peningkatannya dari tahun ke tahun cukup signifikan,” tuturnya.
Tahun 2010, angka IDI Jawa Timur sebesar 55,12. Sedangkan pada tahun 2011 naik menjadi 55,98.
Kenaikan angka tersebut dipengaruhi perubahan atas tiga aspek demokrasi, yakni kebebasan sipil, hak-hak politik, dan lembaga demokrasi. Aspek kebebasan sipil (civil liberty) di Jatim cukup tinggi, sebesar 71,37 poin. Aspek lembaga demokrasi bahkan lebih tinggi, yakni 82,10 poin. “Yang mempengaruhi rendahnya IDI justru aspek hak-hak politik yang hanya 35,43 poin,” katanya.
Sedangkan IDI nasional tahun 2013 sebesar 63,68 poin. Angka itu, kata Sairi, naik 1,05 poin dibandingkan IDI nasional 2012 sebesar 62,63 poin. “Meskipun mengalami peningkatan, tingkat demokrasi Indonesia masih tetap berada pada kategori sedang. Tapi memang ada fluktuasi,” ujarnya.
IDI bertujuan untuk mengukur secara kuantitatif tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia. Pengumpulan data dari 33 provinsi ini mengkombinasikan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Secara kuantitatif, BPS menganalisis berita di koran-koran besar pada tiap provinsi antara 1 Januari hingga 31 Desember 2013. Setelah dievaluasi dan diidentifikasi, berita-berita yang berkaitan dengan demokrasi, data-data tersebut lantas dikumpulkan oleh BPS RI dan diverifikasi oleh Dewan Ahli beserta mitra kerja lainnya.
Meski demokrasi Indonesia belum terbilang baik, Sairi memandang capaian angka IDI masih dapat dimaklumi. “Yang terpenting dalam IDI bukanlah besaran angkanya, tetapi bagaimana setiap provinsi di Indonesia mencapai titik ideal,” katanya.
ARTIKA RACHMI FARMITA
Berita Terpopuler
#AkhirnyaMilihJokowi Jadi Trending Topic Dunia
Mega Soal Rustri ke Prabowo: Apa yang Kau Cari?
Penjelasan Soal Tunggakan Gaji Perusahaan Prabowo
Bintang Persib Tertipu Cewek Fiktif Rp 3,5 Miliar