TEMPO.CO, Jakarta - Penetapan pelanggaran Undang-Undang Pers Pasal 18 ayat (2) bagi dua tersangka kasus tabloid Obor Rakyat, yakni etiyardi Budiono dan Darmawan Sepriyossa, menurut ahli hukum dari Universitas Indonesia, Indrianto Senoaji, sudah tepat. Pernyataan ini untuk menanggapi pernyataan Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo yang menyatakan hal tersebut tidak tepat karena Obor Rakyat bukan produk jurnalistik.
“Pelanggaran terhadap Pasal 18 ayat (2) itu sudah masuk hukum pidana,” kata Indrianto saat dihubungi Tempo, Ahad, 6 Juli 2014.
Menurut Indrianto, alasan kepolisian menetapkan sanksi pada pelanggaran UU Pers tersebut adalah pihak Bawaslu terlambat menyampaikan laporan pelanggaran. “Saat itu sudah tidak memenuhi syarat administratif, sedangkan Polri sudah tidak bisa lagi menerapkan UU Pilpres terhadap kasus pelanggaran tersebut,” ujar Indrianto.
Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Ronny Franky Sompie. Menurut dia, Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers mengatur soal ancaman pidana bagi perbuatan yang telah dilakukan oleh kedua tersangka. Keduanya, menurut Ronny, jelas sudah merusak citra pers dengan menerbitkan Obor Rakyat yang tidak bernilai jurnalistik. (Baca juga: Polisi Galau Tentukan Pelanggaran Obor Rakyat).
Sebelumnya, Dewan Pers menilai penyidik kepolisian salah menerapkan pasal kepada pengelola Obor Rakyat. Penyidik menjerat dua penggagas Obor Rakyat itu dengan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Pers mengenai ketentuan bahwa perusahaan pers harus berbadan hukum.
AISHA SHAIDRA