TEMPO.CO, Jakarta - Efek Joko Widodo pada peningkatan nilai tukar rupiah dinilai tak akan bertahan lama. Selain karena sudah diduga, tidak bertahan lamanya efek tersebut juga disebabkan oleh perkiraan pasar bahwa Jokowi kelak berhadapan dengan parlemen yang kurang bersahabat.
"Dengan catatan tak ada yang membelot dari kubu lawan," kata ekonom dari Bank Standard Chartered, Erik Sugandi, saat dihubungi, Kamis malam, 10 Juli 2014. (Baca juga : Saham Viva Anjlok, Analis: Itu Soal Integritas)
Menurut Erik, pasar khawatir pemerintahan Jokowi yang hanya menguasai 37 persen parlemen kelak menemui kesulitan. Menghadapi kondisi ini, Erik memperkirakan nilai tukar rupiah akan berfluktuasi sampai Komisi Pemilihan Umum mengumumkan hasil penghitungannya. (Baca:CT: Pilpres Belum Pengaruhi Ekonomi)
Pada transaksi pasar uang Kamis, 10 Juli 2014, rupiah kembali melesat 52 poin (0,45 persen) ke level 11.573 per dolar AS. Ini sekaligus melanjutkan reli penguatan rupiah selama lima hari berturut-turut menjelang pemilu presiden.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Mandiri, Destry Damayanti, menilai nilai tukar rupiah pada Rp 11.500-an saat ini sudah pada zona fundamental. Nilai ini, kata dia, tak akan bergerak lebih rendah lagi, kecuali ada sebab yang sifatnya fundamental. "Misalnya situasi memanas, atau ada outflow besar-besaran," kata Destry saat dihubungi semalam.
Analis dari PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong, mengatakan penguatan rupiah disebabkan oleh sentimen pasar setelah pemilihan presiden dan pelemahan dolar terhadap mata uang utama dunia. Namun sentimen dari dalam negeri lebih dominan mempertahankan laju positif rupiah.
Pelaku pasar sendiri sudah menyambut positif kemenangan pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla setelah mayoritas lembaga survei menyebut pasangan itu unggul 3-5 persen dari pesaingnya. "Meski masih menunggu keputusan resmi KPU tanggal 22 Juli, pelaku pasar sudah yakin hasil hitung cepat tidak akan terlalu banyak berubah," ujar Lukman. (Baca: Sambut Pilpres, Modal Masuk Capai Rp 1,8 Triliun )
TRI ARTINING PUTRI
TERPOPULER
Pro-Prabowo, Saham MNC dan Viva Group Rontok
Dukungan Habib Lutfi Tak Dongkrak Suara Prabowo
Serangan Israel ke Palestina, Dunia Terbelah