TEMPO.CO - Lengkap sudah. Total 32 tim, yang datang dari lima benua dan tersebar di delapan grup, sudah memainkan 62 pertandingan di 12 kota di Brasil selama 30 hari. Kini, Piala Dunia edisi ke-20 bersisa dua hari, dua partai dengan penantian klasik: siapa juara, pemain terbaik, top scorer, kiper terbaik, pemain muda terbaik, dan tim fair play?
Dan maaf, tak satu pun dari sederet penantian itu bakal jadi milik anak-anak Brasil. Juaranya bisa Argentina bisa Jerman; pemain terbaik bisa Messi bisa Muller bisa Robben; top scorer, sementara masih James Rodriguez; kiper terbaik sangat mungkin Manuel Neuer; pemain muda terbaik, ada sederet pilihan: Memphis Dempay, Paul Pogba, Divock Origi, atau Juan Quintero.
What the hell? Apa salah Brasil? Apa yang salah di Brasil?
Brasil, tuan rumah yang mengincar gelar heksa dan pertama kali di bumi mereka sendiri, memang ke semifinal. Tapi skuad Felipao menggelepar di tangan Jerman dengan skor yang mencengangkan, 7-1 (5-0)! Inilah aib, noda dan bencana terburuk, sangat buruk, dalam memori Piala Dunia mereka.
Seorang teman saya mengirim satu kata via pesan pendek: #BRA71L, sebuah hashtag yang menggambarkan kekalahan di luar nalar sehat untuk tim besar dengan reputasi besar itu. Adakah emporium sepak bola Brasil sudah sampai titik nadir, hingga puluhan ribu supporter Negeri Samba berbalik mendukung Jerman dan mencaci-maki David Luiz, Fred, Luiz Gustavo, dan Fernandinho yang tampil sangat buruk?
Sabtu tengah malam nanti, di Brasilia, ibu kota Brasil, ada partai penghibur, match ke-63: Brasil vs Belanda. Tapi partai ini sudah tidak "berdarah", tanpa emosi dan boleh jadi kehilangan passion. Terutama di kubu Brasil, tim yang sejak fase grup sebetulnya tidak begitu menjanjikan. Lolos ke semifinal pun dengan susah payah: adu penalti saat melawan Cile dan menang tipis 2-1 melawan Kolombia.
Neymar Jr? Ini bicara soal ketergantungan yang tinggi pada satu nama. Sama seperti Argentina yang punya Leo Messi, atau Portugal dengan Ronaldo. Hilang, maka berarti timnya "selesai". Lihat Argentina, yang diselamatkan Messi saat melawan Bosnia, Iran, Nigeria, dan Belgia. Jadi, bisa dimengerti ketika Brasil kehilangan Neymar di semifinal dan hasilnya adalah bencana yang mengerikan dengan satu kisah: Mineraozo!
Apa kabar bencana Belanda, yang bertarung imbang tanpa gol selama 120 menit saat melawan Argentina? Ini juga bencana, tapi saya melihatnya lebih kepada soal regulasi yang "tidak laki-laki": kalah terhormat via drama adu penalti. Well, itu soal nasib dan semua partisan Belanda tetap #Respek untuk pelatih jeniusnya, Louis van Gaal, serta untuk totalitas Ron Vlaar dan kawan-kawan.
Saya berharap gelar juara ketiga bisa digapai di Brasilia, dari duel mereka melawan Brasil yang sudah lungkah secara moral dan mental, termasuk dukungan yang menipis dari rakyat Brasil.
Sebab, sangat mungkin, semua mata dan energi orang-orang Brasil lebih tertuju ke Maracana di jantung Kota Rio de Janeiro, ketika Minggu malam besok mereka bersiap berada di belakang Jerman, bukan Argentina!
Itu jauh lebih penting. Mereka mau Jerman menumpas skuad Sabella. Sebab, jika Argentina yang juara--dan itu di bumi Brasil--noda berikut lebih tebal. Ibaratnya, luka Brasil seperti disiram air cuka. Pedih! Perih! Sesak….
HARDIMEN KOTO (Pemerhati Sepak Bola)