TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Bidang Program dan Kerja Sama Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Lena Prawira menilai potensi bisnis pengolahan bahan makanan dan minuman sangat menjanjikan. Industri pengolahan makanan dan minuman bahkan diprediksi tumbuh 6 persen pada 2014 menjadi Rp 790 triliun. "Proyeksi tahun lalu cuma Rp 745 triliun," ujar Lena di Jakarta, Selasa, 15 Juli 2014.
Lena menambahkan, besarnya peluang bisnis pengolahan bahan pangan juga dipicu oleh faktor jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 270 juta orang. Dengan demikian, permintaan bahan pangan tidak akan turun. (Baca:Investor Jepang Agresif di Pengolahan Makanan)
Namun potensi bisnis tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh industri dalam negeri. Penyebabnya, menurut Lena, ialah arus importasi produk makanan dan minuman olahan yang masuk ke Indonesia sangat besar. Data GAPMMI mencatat, tahun lalu, nilai impor bahan pangan mencapai US$ 5,3 miliar atau sekitar Rp 62,2 triliun. (Baca:Industri Makanan Terkena Dampak Harga Baru Elpiji)
Menanggapi hal ini, Direktur Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Purwiyatno Hariyadi menjelaskan pentingnya mendorong pertumbuhan industrialisasi bahan pangan lokal. "Indonesia kaya akan sumber hayati yang membuat potensi negara ini sebagai pemain utama dalam industri bahan pangan," ujarnya.
Untuk itu, Purwiyatno mendesak pemerintah untuk membangun industri pengolahan bahan pangan dengan lebih serius. "Teknologi pengolahan bahan pangan itu termasuk sederhana, sudah banyak diteliti dan diterapkan oleh universitas, dan kini menunggu kemauan pemerintah untuk mendorong skalanya agar lebih masif lagi dengan pemberian insentif bagi pelaku bisnis pengolahan bahan pangan," tuturnya.
RAYMUNDUS RIKANG R.W.
Terpopuler:
Mubarok Beberkan 'Bom' Uang di Kongres Demokrat
Deddy Mizwar Diberi Dua Pilihan jika Main Sinetron
Hasil Pemilu Menurun, Ical Didesak Gelar Munas
Samsung Setop Bisnis dengan Pemasok Cina