TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 25 lembaga swadaya masyarakat se-Asia Tenggara mengajukan rekomendasi amandemen Term of Reference ASEAN Inter-governmental Commission on Human Rights (AICHR) atau Komisi Hak Asasi Manusia ASEAN. Rekomendasi ini disampaikan kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia untuk dibahas dua pekan lagi dalam pertemuan menteri ASEAN (ASEAN Ministers Meeting).
Daniel Awigra, project manager Human Rights Working Group, salah satu LSM yang mengajukan rekomendasi, mengatakan Indonesia diharap dapat menjadi promotor hak asasi manusia di tingkat ASEAN. Sebab, Indonesia dianggap sudah berhasil menerapkan demokrasi. (Baca: Laut Cina Selatan Jadi Isu Panas di KTT ASEAN)
Negara-negara kawasan Asia Tenggara juga dipandang siap menerima ini. "Kami menyayangkan Thailand dikudeta. Tapi negara seperti Filipina dan Myanmar juga sudah mulai demokratis," katanya dalam konferensi pers, Rabu, 16 Juli 2014.
Meski dia mengakui masa lalu bangsa ini tidak bersih dari pelanggaran HAM, Indonesia dianggap tetap punya posisi tawar di antara negara ASEAN. "Memang mustahil ngomong HAM kalau kembali ke 10 tahun lalu. Tapi itu tidak ada selesainya. Indonesia terlalu luas."
Mandat AICHR yang saat ini perlu diperkuat, menurut Daniel, adalah fungsi perlindungan. Sejak didirikan, AICHR masih pada tahap promosi HAM lewat pendidikan dan capacity building. Meski munculnya diskusi HAM yang sebelumnya tabu itu juga patut dianggap sebagai kemajuan, kalangan sipil ingin komisi HAM ASEAN lebih bergigi.
"Mandat harus diperkuat agar AICHR bisa menerima surat keluhan dan meresponsnya." Mereka ingin ada kelompok kerja independen yang terdiri dari perwakilan AICHR, pemerintah, masyarakat sipil, dan ahli. Kalangan LSM ini berharap Asia Tenggara bisa punya pengadilan HAM seperti kawasan Eropa dan Afrika.
Daniel menyebut rekomendasi mereka telah dibawa ke Kementerian Luar Negeri dan disampaikan kepada Menlu Marty Natalegawa. "Kami senang Pak Marty janji bawa rekomendasi ini ke AMM (pertemuan menteri ASEAN)." Namun ia mengaku belum puas. "Kami menyayangkan ia ngomong mungkin enggak akan secara radikal bisa mengubah isi TOR. Alasannya, lebih baik implementasi. Daripada nanti ketika dibahas bukannya memperkuat (TOR), malah memperlemah."
Padahal saat ini pengawasan kasus pelanggaran HAM di ASEAN, kata Daniel, masih terganjal alasan non-intervensi dan faktor kedaulatan antarnegara di kawasan tersebut. "Ada pembunuhan di tetangganya dibiarkan karena alasan non-interference." Paling banter, komisi hanya memiliki mandat mengumpulkan informasi.
Apalagi menjelang berlakunya Komunitas ASEAN 2015, pelanggaran HAM semakin rawan terjadi. Misalnya, pembangunan jalan tol atau rel yang menggusur lahan warga rawan pengabaian hak rakyat miskin. Sedangkan catatan pelanggaran HAM sekarang saja bertambah panjang. Masih terjadi kasus penghilangan paksa aktivis HAM di Laos, jurnalis di Filipina, dan blogger di Vietnam.
ATMI PERTIWI
Baca juga:
Syarief Hasan Tak Hadiri Koalisi Merah Putih
|Senyawa dalam Ganja Bisa Redam Tumor
Ahok Rogoh Kocek Rp 4 Miliar untuk Bantu Warga
Dilaporkan ke Mabes Polri, Jakarta Post Santai