TEMPO.CO, Gunungkidul - Tim sukses pasangan calon presiden-wakil presiden, Prabowo Subanto-Hatta Radjasa, mengakui kekalahan jagonya oleh pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla di Kabupaten Gunungkidul seusai hasil rekapitulasi akhir resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat mereka ketahui, Rabu, 16 Juli 2014.
"Jokowi-Kalla, kami akui, sangat sulit dikalahkan di Gunungkidul ini," kata ketua dewan penasihat tim pemenangan pasangan Prabowo-Hatta di Gunungkidul yang juga politikus Partai Golongan Karya, Slamet, kepada Tempo, Rabu, 16 Juli 2014.
Di Gunungkidul, yang selama ini dikenal sebagai basis massa Partai Amanat Nasional (PAN) serta wilayah dengan jumlah pemilih terbanyak dibanding empat kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jokowi-Kalla unggul dengan perolehan 280.110 suara di 18 kecamatan. Sedangkan Prabowo-Hatta harus puas dengan meraup 176.801 suara saja. Jumlah suara sah di kabupaten tersebut sekitar 456.911.
Slamet menuturkan pihaknya secara resmi telah menerima dan mengakui sepenuhnya hasil penghitungan suara di Gunungkidul. Dari evaluasi rekapitulasi di tingkat desa hinga kecamatan, proses yang dilakukan KPU dinilai sudah benar dan tak ada kecurangan atau kejanggalan. "Karena semua sesuai dengan prosedur, tak ada rencana gugatan dari kami. Semua diterima dengan ikhlas," kata legislator DPRD DIY terpilih asal Gunungkidul periode 2014-2019 itu.
Kekalahan Prabowo di wilayah vital seperti Gunungkidul, menurut dia, bukan karena tidak bekerjanya mesin partai. Ia menilai kemenangan seseorang dalam pemilu tergantung pada kuat-lemahnya unsur pembentukan citra.
"Jokowi lebih dikenal sebagai sosok merakyat dan mau turun ke bawah," ujarnya. Ia mencontohkan, banyak simpatisan yang pada pemilu legislatif lalu mendukung para calon legislator dari partai pengusung Prabowo-Hatta beramai-ramai memindahkan dukungannya untuk Jokowi-JK.
"Mereka (simpatisan) meminta izin khusus pemilu presiden ini memilih calon bukan yang disung partai koalisi. Ya, kami tak bisa apa-apa. Itu hak mereka," tuturnya. Penelusuran Slamet, masyarakat arus bawah mengaku khawatir, dengan memilih Prabowo-Hatta, nasib mereka tidak akan mengalami perubahan.
"Mereka takut jika presidennya nanti tidak turun ke bawah atau blusukan seperti Jokowi," katanya. Pilihan masyarakat yang akhirnya memenangkan Jokowi itu, menurut Slamet, juga terbangun akibat kesan fisik Jokowi dan Prabowo. "Jokowi dianggap ndeso seperti mereka, jadi dianggap lebih mengenal, meskipun mungkin hanya pencitraan," ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO
Topik terhangat:
Jokowi-Kalla | Prabowo-Hatta | Piala Dunia 2014 | Tragedi JIS
Berita terpopuler:
Saking Miskinnya, Nenek Ginem Makan Bangkai
NASA: Kami Akan Temukan Kehidupan di Luar Bumi
Singgung Rasul, Ini Klarifikasi Quraish Shihab