TEMPO.CO, Jakarta - Hasil survei Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) dan Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) 2014 memperkirakan kerugian perekonomian (Produk Domestik Bruto–PDB) akibat barang palsu mencapai Rp 65,1 triliun. Angka tersebut meningkat dari survei di 2010 yang sebesar Rp 43,2 triliun.
"Dapat diartikan bahwa secara nominal pemalsuan di Indonesia meningkat hampir 1,5 kali lipat dalam periode waktu lima tahun," ujar Eugenia Mardanugraha, tim survei FEUI, dalam paparannya di Jakarta, Rabu, 16 Juli 2014 di Puri Putri, Hotel Grand Sahid Jaya.
Dia menjelaskan survei dilakukan terhadap masing-masing 591 responden di Jabodetabek dan Surabaya yang meliputi konsumen antara dan konsumen akhir. Jumlah sampel ini lebih banyak dari survei yang sama di 2010.
Menurut dia, sampel survei yang diperluas merujuk pada kegiatan pemalsuan yang mengalami kecenderungan untuk meningkat. Merujuk pada penelitian Shelley (2012) yang mencatat bahwa nilai perdagangan barang-barang palsu di seluruh dunia pada tahun 2003 adalah sebesar US$ 450 miliar, sedangkan pemalsuan obat-obatan mencapai US$ 14 miliar. (Baca: 13 Jenis Obat Palsu Beredar di Pasar)
Di sisi lain, Business Software Alliance (BSA) mencatat pada 2014 ini kerugian bisnis bagi produsen software asli mencapai US$ 1,46 miliar atau setara dengan Rp 17,3 triliun.
Sedangkan hasil survei MIAP-FEUI di 2014 mencatat bahwa komoditas pakaian, tinta printer, barang dari kulit dan software merupakan produk-produk palsu yang paling banyak beredar.
"Persentase produk tinta printer mencapai 49,4%, pakaian palsu mencapai 38,90%, diikuti oleh barang dari kulit 37,20%, dan software 33,50%. Sisanya produk kosmetika palsu 12,60%, makanan dan minuman palsu 8,50%, dan produk farmasi palsu 3,80%," ucap Eugenia.
Dia menjelaskan ada keterkaitan antara survei konsumen yang dilakukan FEUI-MIAP dengan data BSA, yakni BSA mencatat sebanyak 84% software yang beredar adalah palsu. Maka sejalan dengan itu, ada 85% konsumen yang berkeinginan membeli produk software palsu.(Baca:BPOM: Hati-hati Kosmetik Ilegal Marak di Online)
Dari hasil survei tersebut, maka dalam satu tahun PDB berkurang sekitar Rp 65 triliun, pekerja kehilangan upah dan gaji sekitar Rp 3 triliun, dan pemerintah kehilangan pendapatan dari pajak tidak langsung sekitar Rp 424 miliar.
"Potensi kehilangan pendapatan pemerintah dapat lebih besar lagi karena belum memperhitungkan pajak langsung, seperti pajak penghasilan dari upah dan gaji, serta pajak penghasilan perusahaan," kata Euginia.
EVIETA FADJAR
Berita Terpopuler
Fotografer Indonesia Bersaing di Photo Face-Off
Game Kardashian Hollywood Tambah Aplikasi
Lindsay Lohan Berencana Tinggal di Inggris
Karina Ranau Gaet Pencipta Lagu Oplosan