TEMPO.CO, Jakarta - Pasangan calon presiden dan wakil presiden bernomor urut dua, Joko Widodo-Jusuf Kalla, memimpin perolehan suara di DKI Jakarta. Dalam rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat Provinsi DKI Jakarta, Jokowi-JK ditentukan sebagai pemenang pemilihan presiden di Ibu Kota dengan perolehan 2.859.894 suara, atau 53,079 persen dari perolehan suara sah. Sementara itu, pasangan Prabowo-Hatta memperoleh 2.528.064 suara di Jakarta, atau 46,920 persen.
Hasil pleno di tingkat provinsi itu ditetapkan pada Ahad dinihari, 20 Juli 2014, sekitar pukul 01.30 WIB, dalam rapat pleno di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat. Pleno KPU Provinsi DKI itu diwarnai aksi walk out saksi pasangan Prabowo-Hatta. Mereka meminta pleno diundur, menunggu hasil verifikasi data pemilih di 5.841 TPS sesuai rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi DKI Jakarta. Namun rapat pleno tetap berjalan, dengan disaksikan wakil dari pasangan Jokowi-JK dan Bawaslu.
Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno mengatakan tidak ada masalah meski pleno tidak diikuti saksi dari pasangan Prabowo-Hatta. "Itu kan hak mereka untuk meninggalkan ruang sidang dan tidak mengikuti pleno," kata dia seusai penetapan hasil rekapitulasi, Ahad dinihari. Jika tak puas dengan hasil rekapitulasi di tingkat provinsi, mereka juga bisa menyampaikan keberatan pada saat rekapitulasi di tingkat nasional.
Menanggapi kemenangan ini, Ketua PDI Perjuangan DKI Jakarta Boy Sadikin mengaku puas. Soalnya target menang di Jakarta tercapai meski selisih suaranya tak begitu besar. "Alhamdulillah menang meskipun di survei kami diperkirakan bakal kalah di Jakarta," kata dia.
Meski pasangan Jokowi-JK menang di Jakarta, tetap ada keberatan yang diajukan oleh tim sukses mereka. Juru bicara saksi, Denny Iskandar, mengatakan kubu mereka tak terima dengan adanya pemungutan suara ulang di 13 TPS. "Kami keberatan tentang rujukan dasar hukumnya," kata dia. Menurut Denny, jika ada kejanggalan dalam pemilihan, pemungutan suara ulang seharusnya langsung dilaksanakan pada hari yang sama. Namun ini baru dilaksanakan pada 19 Juli kemarin.
Ketua Bawaslu DKI Jakarta Mimah Susanti mengatakan rekomendasi penyelenggaraan pemungutan suara ulang itu diberikan karena ada temuan bahwa panitia memperbolehkan pemilih menggunakan KTP yang tak sesuai domisili tanpa disertai formulir A5. "Kami menemukan ada daftar pemilih khusus tambahan yang menggunakan KTP tapi dokumen A5-nya tidak ada," ujar dia.
Ihwal verifikasi data di 5.841 TPS ini, KPU DKI Jakarta berjanji akan membuka akses data untuk mempermudah Bawaslu menyelidiki kasus ini. Namun KPU menyatakan tak berwenang melakukan verifikasi ulang.
ANGGRITA DESYANI