TEMPO.CO, Jakarta - Calon presiden nomor urut 1, Prabowo Subianto, mengimbau Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menghentikan penghitungan suara. Hal itu dia sampaikan saat konferensi pers di Hotel Four Seasons, Jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta Selatan, Minggu, 20 Juli 2014.
Menurut Prabowo, setelah mendengarkan pemaparan perwakilan tim pemenangan di daerah dan tim hukum Prabowo-Hatta, maka KPU harus lebih dulu menindaklanjuti kecurangan seperti yang sudah dilaporkan timnya kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). "Kami hanya menuntut apa yang telah dijaminkan oleh undang-undang," kata Prabowo.
Berdasarkan rekapitulasi suara oleh KPU provinsi, pasangan Jokowi-Jusuf Kalla unggul di 23 provinsi. Sedangkan Prabowo-Hatta hanya unggul di 10 provinsi.
Namun menurut tim pemenangan Prabowo-Hatta, hasil tersebut patut dipertanyakan, karena ditemukan banyak kecurangan yang masif dan sistematis. Kecurangan terjadi di Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan beberapa daerah lainnya.
Prabowo mengatakan harus mengikuti rekomendasi Bawaslu untuk melakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah. Jika KPU tidak melakukannya, maka KPU bisa dipidanakan.
Penyelenggara pemilu, kata Prabowo, harus bertindak sesuai dengan sumpahnya agar proses pilpres ini berjalan bersih dan transparan.
Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya itu mempertanyakan legitimasi dari proses penyelenggaraan pilpres. "Kami bisa menganggap proses ini cacat," ucap Prabowo.
Sikap kubu Prabowo-Hatta yang menolak hasil penghitungan sementara KPU menuai gunjingan banyak pihak, termasuk melalui jejaring sosial. Ada yang menyebut kubu Prabowo tidak konsisten. Sebab setelah dinyatakan menang oleh sejumlah lembaga survei, Prabowo dan Hatta melakukan sujud syukur. Namun ketika hasil KPU sebagai lembaga resmi mengalahkannya, justru menuding banyak kecurangan.
GANGSAR PARIKESIT