TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Komisi Pemberantan Korupsi mendakwa bekas kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) pada Kementerian Perdagangan RI, Syahrul Raja Sempurnajaya, dengan pasal berlapis. Dia didakwa dengan enam dakwaan korupsi sekaligus. "Terdakwa telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum," kata Jaksa Elly Kusumastuti di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 24 Juli 2014.
Terdakwa didakwa pernah memaksa Ketua Asosiasi Pialang Berjangka Indonesia I Gede Raka Tantra dan Ketua Ikatan Pedagang Berjangka Indonesia Fredericus Wisnubroto untuk menyisihkan fee transaksi dari keseluruhan transaksi di PT Bursa Berjangka Jakarta. Seluruh transaksi berjumlah Rp 1,675 miliar. Syahrul pun dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai perbuatan pemerasan.
Selanjutnya, Syahrul dijerat dengan Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 mengenai penerimaan hadiah. Ia didakwa menerima uang sebesar Rp 1,5 miliar sebagai imbalan melakukan mediasi antara Maruli T Simanjuntak dengan CV Gold Aset yang bersengketa. (Baca: KPK Tahan Bekas Kepala Bappebti)
Dakwaan ketiga, Syahrul dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11. Ia didakwa menerima hadiah atau janji berupa Rp 7 miliar dari Komosaris Utama PT BBJ Hasan Wijaya dan Dirut PT BBJ Bihar Sakti Wibowo. Menurut jaksa, duit tersebut diberikan agar terdakwa membantu proses pemberian izin usaha PT Indokliring Internasional.
Dakwaan keempat, Syahrul memerintah Alfons Samosir untuk meminta Direktur PT Millenium Penata Futures Runy Simamora memberi uang 5.000 dollar Australia untuk tambahan biaya perjalanan dinas ke Australia. Hal tersebut dilakukan dalam rangka menghadiri seminar tentang perdagangan berjangka. Dalam kasus ini Syahrul dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 11.
Dakwaan selanjutnya, Syahrul bersama Direktur Utama dan Direktur Operasional PT Garindo Perkasa Sentot Susilo dan Nana Supriyatna didakwa menyuap beberapa pejabat di Kabupaten Bogor senilai Rp 3 miliar terkait rekomendasi penerbitan izin lokasi Tempat Pemakaman Bukan Umum (TPBU) di Desa Antajaya, Tanjungsari Bogor. Pegawai negeri yang diduga terlibat menerima suap yaitu Kepala Sub Bagian Penataan Wilayah bagian Administrasi Kabupaten Bogor Doni Ramdhani, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor Rosadi Saparodin, Kepala Urusan Humas dan Agraria KPH Bogor Saptari. Juga Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan Kantor Pertanahan Kab. Bogor Burhanuddin, Ketua DPRD Kab. Bogor Iyus Djuher melalui staf Dinas Pendidikan Kab. Bogor Usep Jumeno dan Listo Welly Sabu.
Dakwaan terakhir Syahrul diduga terlibat dalam kasus pencucian uang sejumlah Rp 880.614.337 dan US$ 92.189 terdiri atas Rp 786,100 juta dan Rp 94.514.337 di dua rekening berbeda atas nama Herlina Triana Diehl. Ia pun membelanjakan Rp 3,352.450 miliar untuk pembelian Toyota vellfire hitam B-126-HER seharga Rp 790 juta. (Baca: Dicekal KPK, Kepala Bappebti Cuti Panjang)
Ia pun membayar cicilan satu unit apartemen Senopati Office 8 tower 3 lantai 18 unit 18G sebesar Rp 1,730 miliar. Selain itu Syahrul pun membeli Toyota Hilux Double Cabin G M/T Diesel Hitam metalik B-9911-WBA seharga Rp 327,700 juta dan Toyota Kijang Inova V AT DIESEL putih B-816-VAN seharga Rp 304,750 juta.
Syahrul pun diduga membeli polis asuransi jiwa Manulife atas nama Nabhila untuk produk max link Protection Plus yang dibuka dengan premi Rp 12 juta dan penambahan dana investasi Rp 188 juta.
Perbuatan tersebut merupakan tindak pidana pencucian uang yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
AISHA SHAIDRA
Terpopuler
Pakar TI: Tidak Ada Hacker yang Gelembungkan Suara
Remaja Salatiga Ungguli Insinyur Oxford Bikin Jet Engine Bracket
Pulang Berlibur, Hotasi Nababan Dieksekusi
Ahok Lebih Pilih Dian Sastro Jadi Wagub