TEMPO.CO, Jakarta - Ahli digital forensik Ruby Alamsyah menyatakan sistem rekapitulasi formulir C1 Komisi Pemilihan Umum tak mungkin diretas oleh hacker. Alasannya, sistem rekapitulasi dilakukan secara manual, namun publikasinya dimuat secara online. “Jadi apa yang dihebohkan ini merupakan euforia karena pengetahuan yang terbatas,” ujarnya saat dihubungi, Rabu, 23 Juli 2014.
Sebelumnya, Ketua Tim Koalisi Merah Putih Perjuangan untuk Keadilan dan Kebenaran Letjen TNI Purnawirawan Yunus Yosfiah mengatakan ada 37 hacker asal Korea Selatan dan Cina yang menggelembungkan suara golput. Para hacker itu disebut memanipulasi 4 juta suara. (Baca juga : Hacker Cina Manipulasi Suara Golput di Pilpres?)
Menurut Yunus, manipulasi suara itu terjadi di beberapa kecamatan di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Sulawesi Utara. Hal itulah yang juga menjadi pertimbangan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa untuk menarik diri dari rekapitulasi di Komisi Pemilihan Umum. (Baca juga : WNI Diminta Waspadai Cyber Crime di Cina)
Ruby menyatakan puluhan hacker yang diklaim Yunus ditangani polisi karena masalah pemilihan presiden itu diperiksa dalam kasus berbeda. Kasus yang sekarang sedang ditangani kepolisian itu tidak menyangkut pelaksanaan pemilu presiden. "Para hacker itu melakukan cyber crime, seperti penipuan dan pemerasan," kata Ruby.
Meski demikian, tidak ada satu orang pun peretas yang menipu warga negara Indonesia. “Mereka hanya menipu dan memeras warga negara Cina,” katanya.
HUSSEIN ABRI YUSUF
Terpopuler:
Kekejaman Politikus Cantik Israel pada Rakyat Gaza
Ahok Kaget Prabowo Tolak Pelaksanaan Pilpres
Jenderal Budiman Kerap Tak Seirama dengan Panglima
Marshanda Siap Terima Risiko Lepas Jilbab
Marshanda Tanggalkan Jilbab