TEMPO.CO, Surabaya - Sedikitnya 10 orang ditangkap pascabentrokan saat pemasangan plakat "Kelurahan Putat Jaya Kampung Bebas Prostitusi" di Jalan Jarak, Ahad, 27 Juli 2014. Namun versi polisi menyebutkan ada 2 tersangka yang diamankan polisi sesaat setelah bentrok.
Setelah bentrokan antara massa penolak penutupan dengan aparat keamanan di Jalan Jarak, ketegangan memang sempat mereda. Meski demikian, massa masih siaga di lokasi. Warga sekitar pun berada di tepi jalan untuk menyaksikan massa dan polisi yang saling berhadapan.
Pukul 11.00 WIB, Pasukan Anti Huru Hara Brimob Polda Jatim melakukan penyisiran sepanjang Jalan Jarak hingga Jalan Kupang Gunung Timur atau yang biasa dikenal dengan Gang Dolly. Sebelumnya, seorang petugas polisi menginstruksikan warga yang tidak berkepentingan untuk masuk ke rumah masing-masing. (Baca: Pemasangan Plakat Bebas Prostitusi di Dolly Ricuh)
Pagar di gang-gang kecil Jalan Putat Jaya Gang B langsung ditutup. Seluruh toko dan rumah sepanjang Jalan Jarak tutup seketika. Jalanan steril dari pengendara yang melintas.
Sekitar 400 personel polisi memenuhi jalan. Mereka mencari orang-orang yang diduga terlibat bentrokan dan memicu provokasi. Sesampainya di Posko Front Pekerja Lokalisasi (FPL), polisi mengincari pentolan FPL yang selama ini diduga menjadi provokator. Posko yang sebelumnya selalu terbuka itu hari ini tutup. Tiga orang ternyata berada di dalam, termasuk Saputro atau pria yang akrab dipanggil Pokemon dan Suyitno. Keduanya merupakan Ketua dan Koordinator FPL yang getol menolak penutupan lokalisasi.
Tanpa basa-basi, polisi meminta agar pagar posko dibuka. Pokemon yang berada di dalam tidak kuasa melawan. "Saya masih nelpon Pak Setija (Kapolres), katanya nggap pa-pa," ujar Pokemon. Ucapan itu rupanya tidak mengubah polisi untuk menangkap pria berambut gondrong itu. Beberapa pukulan pun langsung dilayangkan ke wajah Pokemon hingga berdarah. (Baca: Dolly Ditutup, Warga Rintis Usaha Baru)
Tidak jauh dari situ, beberapa polisi juga mengamankan seorang warga yang kedapatan membawa sejumlah bom molotov. "Ampun, Pak. Saya nggak ikut-ikutan," ujarnya membela diri. Tapi pernyataan itu langsung dimentahkan anggota reserse yang menangkapnya. "Apanya, ini lho ada (foto) BBM-nya," kata polisi tersebut. Kurang-lebih ada 10 warga yang terlihat ditangkap dan diamankan polisi. Mereka kemudian dibawa ke kantor Kelurahan Putat Jaya sebelum akhirnya dikirim ke Markas Polrestabes Surabaya.
Selain melakukan penangkapan, polisi dibantu oleh anggota Satuan Polisi Pamong Praja membersihkan jalan dari spanduk-spanduk perlawanan FPL. Spanduk berwarna merah yang sebagian besar berisi tentang menolak penutupan wisma prostitusi itu diturunkan atau dicabut paksa.
Memasuki gang Dolly, petugas pun masih menangkap beberapa orang yang diduga provokator. Demikian pula dengan stiker dan spanduk FPL yang masih terpasang di wisma. Petugas Satpol PP juga mencabut sirine yang dipasang di depan wisma nomor 9 Gang Dolly.
"Ada dua orang yang diamankan, diduga sebagai provokator," kata Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya Komisaris Besar Setija Junanta pada wartawan di lokasi, Ahad, 27 Juli 2014.
Saat dikonfirmasi bahwa jumlah orang yang diamankan lebih dari dua, Setija mengatakan masih akan memastikan kembali. Menurut dia, mereka yang ditangkap akan diinterogasi dan dibuat berita acara. (Baca: Tak Memadai, PSK Dolly Kembalikan Uang Kompensasi)
Tindakan yang dilakukan polisi, kata Setija, merupakan perlawanan dari upaya resistensi yang ditunjukkan massa. Polisi sendiri lebih mengutamakan pendekatan humanis tapi ternyata masih ada yang memprovokasi. Meski demikian, Setija memastikan menarik mundur personelnya setelah kejadian ini. "Tidak ada (anggota) yang saya tempatkan. Sekarang kan sudah penduduk biasa, mereka bisa tetap beraktivitas," ujarnya.
Kepala Bagian Humas Pemerintah Kota Surabaya Muhammad Fikser membenarkan bahwa tidak akan ada pengamanan apa pun di lokasi. Pemerintah Kota, kata Fikser, sudah berupaya untuk mengajak komunikasi massa penolak penutupan. "Tapi kami selalu ditolak. Mereka sendiri yang tidak mau, makanya kami harus ambil tindakan seperti ini," ujarnya.
Selanjutnya, Pemerintah Kota Surabaya akan menggelar operasi yustisi dan razia untuk mengantisipasi wisma-wisma prostitusi yang masih nekat beroperasi pascadeklarasi penutupan 18 Juni 2014. "Lebaran selesai, langsung ada razia," katanya.
AGITA SUKMA LISTYANTI
Baca juga:
Lalu Mara: Aburizal Bertahan di Golkar Sampai 2015
H-1 Lebaran, Jalan Sudirman dan Thamrin Jakarta Sepi
Pemasangan Plakat Bebas Prostitusi di Dolly Ricuh
Polisi Pulangkan 18 Pelaku Pemerasan TKI