TEMPO.CO, Jakarta: Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik B. Soetjipto mengatakan PT Freeport Indonesia telah menyepakati empat hal dengan pemerintah Indonesia. Kesepakatan tersebut tertuang dalam nota kesepahaman yang ditandatangani kedua belah pihak di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jumat, 25 Juli 2014.
"Poin kesepakatan itu sejatinya sudah sejak lama dibicarakan sejak Chairul Tanjung menjadi Menteri Koordinator Perekonomian dan dibuat untuk menjembatani proses dialog dengan pemerintah Indonesia yang belum tuntas," ujar Rozik saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 26 Juli 2014. (Baca: Habis 2021, Kontrak Freeport Berubah Jadi IUPK)
Substansi poin pertama kesepakatan, kata dia, Freeport bersedia untuk melanjutkan pembahasan amandemen kontrak karya yang sudah dibicarakan sejak 2012. Sedangkan substansi kesepakatan kedua ialah Freeport siap melaksanakan kebijakan pemerintah dengan aturan penerapan bea keluar. Selain itu, Freeport juga siap untuk membayar jaminan pembangunan smelter di Gresik senilai US$ 115 juta. (Baca: Smelter Freeport Sebaiknya Dibangun di Papua)
Adapun poin keempat ialah Freeport bersedia untuk membayar royalti hasil tambang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Sektor Energi. Freeport bersedia membayar royalti untuk hasil tambang emas sebesar 3,75 persen dari harga jual di mana semula royalti emas ialah 1 persen. "Begitu juga royalti perak menjadi 3,25 persen dari semula 1 persen, serta untuk tembaga menjadi 4 persen dari royalti semula sebesar 3 persen," ujar Rozik.
Pengamat energi dari Universitas Surya, Darmawan Prasodjo, mengapresiasi hasil kesepakatan antara pemerintah dengan Freeport. Pasalnya, nota kesepahaman itu memungkinkan pemerintah untuk mendorong kemajuan industri hilir di sektor pertambangan mineral dan makin mendekatkan Indonesia pada konsep pengelolaan sektor energi yang berkeadilan. "Akan ada multiplier effect dengan kemajuan industri hilir pertambangan yakni memperbesar lapangan kerja, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, dan memperbaiki infrastruktur," ujarnya. (Baca: Chatib Basri : Freeport Tetap Belum Bisa Ekspor)
Namun Darmawan mengingatkan bahwa nota kesepahaman bukanlah kontrak atau perjanjian yang sifatnya mengikat dan berkekuatan hukum. "Patut dikawal komitmen Freeport untuk mengimplementasikan hasil kesepakatan itu di masa depan," ia menjelaskan.
RAYMUNDUS RIKANG R.W.
Terpopuler:
Kabinet Jokowi Beri Ruang Luas Bagi Perempuan
Militan ISIS Ledakkan Makam Nabi Yunus
Atlet Sabina Altynbekova Banjir Hadiah dari Fan
Dukung Israel, Wanita Kirim Foto Seksi ke Facebook
KPK Sidak ke Soekarno-Hatta, 14 Orang Digelandang