TEMPO.CO, Monrovia -- Satu serum eksperimen melawan virus ebola--cukup untuk satu pasien--tiba di Liberia kemarin. Tapi masalahnya, ada dua sukarelawan Amerika Serikat yang kondisinya kritis setelah tertular virus itu.
Pilihan yang sulit soal siapa yang akan menerima serum itu. Apakah dr Kent Brantly, 33 tahun, dokter yang tergabung dalam organisasi Amerika Serikat, Pundi Orang-orang Samaria (Samaritan’s Purse), ataukah Nancy Writebol, petugas dekontaminasi orang-orang yang keluar-masuk bangsal Rumah Sakit Elwa. (baca: MSF Minta WHO Bergerak Cepat Atasi Ebola)
“Dr Brantly minta serum itu diberikan kepada Nancy Writebol,” kata Presiden Samaritan’s Purse, Franklin Graham.
Keluarga mengatakan sifat tidak mementingkan diri sendiri dan suka berkorban itu telah lama tertanam di hati Brantly.
“Kent telah menyiapkan diri untuk menjadi dokter misionaris seumur hidup,” kata ibunda Kent, Jan Brantly, seperti dilansir The Associated Press, Senin lalu. “Hatinya ada di Afrika.” (baca: Waspadai Wabah Virus Ebola di Afrika)
Kabar itu segera menyebar dan menggugah hati keluarga Liberia yang diselamatkan Brantly. “Dr Brantly menerima satu unit darah dari seorang anak berusia 14 tahun yang selamat dari ebola berkat perawatan Dr Brantly. Anak itu dan keluarganya ingin membantu dokter yang telah menyelamatkan nyawanya,” kata Graham.
Wabah ebola yang terburuk di Afrika Barat--terburuk dalam sejarah--telah menewaskan 729 orang berdasarkan data WHO yang dirilis pada 31 Juli 2014 sejak bermula Maret lalu. Total jumlah kasus sejak pertama kali terdeteksi awal tahun ini mencapai 1.323. (Baca: WHO: Wabah Ebola Afrika Terparah Sepanjang Masa)
Sejumlah paramedis menjadi korban karena kontak langsung dengan penderita. Salah satunya adalah dokter Sheikh Umar Khan. Khan akhirnya mengembuskan napas terakhir setelah sepekan dinyatakan tertular ebola. Presiden Sierra Leone, Ernest Bai Koroma, menyebut Khan sebagai pahlawan lantaran telah menyembuhkan lebih dari 100 pasien ebola. Khan dimakamkan kemarin.
Menurut WHO, ebola adalah salah satu penyakit yang paling mematikan yang disebabkan oleh virus. Kematian terjadi pada 55 persen penderita. (Baca: Delapan Fakta Virus Mematikan Ebola)
Penderita ebola merasakan nyeri otot yang parah, demam, pusing, dan jika memburuk, perdarahan terus-menerus hingga meninggal dunia. Hingga kini belum ada vaksin dan pengobatan dilakukan dengan terapi penunjang umum.
THE HUFFINGTON POST | NATALIA SANTI
Berita Terpopuler
Jokowi Diingatkan Soal Jatah Menteri buat Partai
Kenapa ISIS Berpotensi Membahayakan Indonesia
Syafi'i Maarif: Dukung ISIS Itu Sinting
Dua Sebab ISIS Berpotensi Berkembang di Indonesia