TEMPO.CO, Bandung: Ekspedisi Sumba 2014 menarik minat 200 orang peserta lebih dari berbagai daerah di Indonesia. Tak sekedar berpetualang di alam bersama adat dan budaya masyarakat pulau setempat, ekspedisi itu menantang peserta untuk menjalankan program sosial dengan menghimpun dana dari masyarakat luas. Petualangan yang dihelat Humanistisch Instituut voor Ontwikkelingssamenwerking (Hivos) itu akan berlangsung mulai 29 Agustus hingga 8 September 2014.
Staf komunikasi organisasi pembangunan nirlaba non-pemerintah dari Belanda tersebut, Dewi Suciati, mengatakan pihaknya akan menyaring peserta berusia 20 tahun ke atas itu menjadi 4 orang dari Indonesia dan 4 orang dari Belanda. Mereka akan ditempatkan di desa-desa dan tinggal dengan masyarakat. “Peserta sekarang lebih ramai dibanding tahun lalu. Orang Sumba pun ada yang mau ikut,” kata dia, Jumat, 1 Agustus 2014.
Menurut Dewi, peserta nantinya harus siap hidup dalam keterbatasan sumber listrik. Saat ini, baru beberapa fasilitas penting yang dialiri listrik oleh PT PLN. Sebagian dari banyak desa, kini mulai merasakan sedikit listrik hasil kemitraan Hivos dengan berbagai pihak. “Misalnya dari pembangkit listrik mikrohidro, biogas, kincir angin, dan tenaga surya,” dia berujar. (Baca juga: Pulau Sumba Kembangkan Beragam Energi Alternatif)
Ekspedisi itu bagian dari kampanye iklim dan energi yang bertujuan untuk mengalihkan konsumsi energi menjadi 100 persen energi terbarukan di seluruh dunia. Ekspedisi juga untuk menggalang dukungan publik di Belanda dan Indonesia bagi akses energi terbarukan di negara berkembang, khususnya di Pulau Sumba. “Sumba dipilih karena infrastruktur seperti bandara dan jalan sudah ada untuk mengangkut peralatan pembangkit listrik,” kata Dewi.
Listrik yang dihasilkan dari pembangkit energi terbarukan itu umumnya masih minim. Misalnya, untuk tiap rumah di sebuah desa hanya bisa untuk menyalakan 4 buah lampu dari petang hingga sebelum tengah malam. (Baca juga: Sumba, Jadi Ikon Energi Terbarukan)
Seorang peserta ekspedisi, Sheila Kartika, mengatakan tahun lalu ia dan timnya ditempatkan di Desa Dikira, Wewewa Timur, Sumba Barat Daya. Kesehariannya sebagai warga Jakarta, berubah selama di sana. Karena sumber air sedikit, peserta jadi jarang mandi. Kecuali saat mereka menemukan sungai atau air terjun. “Sumber listrik juga jarang, suka berebut kalau mau mengisi ulang baterai telepon,” kata dia.
ANWAR SISWADI
Terpopuler:
Pemakan Semut, Tampak Lemah tapi Mematikan
Gurita Ini Mengerami Telurnya Lebih dari 4 Tahun
Asteroid Ubah Total Muka Bumi
Pemburu Badak Afrika Divonis 77 Tahun Penjara
Berita lain:
Ini Baterai Isi Ulang Tercepat di Dunia
Ini Teknik Mengetahui Dalang di Balik Situs Palsu
Apple Bantah Gunakan Program Mata-mata