Mudik Naik Motor, Pria Ini Nekat Bawa Kuda-kudaan  

Ribuan pemudik yang menggunakan motor antri di pintu tol akses Jembatan Suramadu, Surabaya, 26 Juli 2014. TEMPO/Fully Syafi
Ribuan pemudik yang menggunakan motor antri di pintu tol akses Jembatan Suramadu, Surabaya, 26 Juli 2014. TEMPO/Fully Syafi

TEMPO.CO, Jakarta: Mudik dengan sepeda motor bukan hal luar biasa bagi Juwanto. Nyaris setiap tahun, saat musim mudik Lebaran, dia membelah Jalur Pantura dengan kendaraan roda dua. Lelaki 35 tahun ini selalu menyempatkan pulang ke kampung halaman di Purwokerto, Jawa Tengah. "Sejak 2003, saya selalu pulang setiap tahun pakai motor. Seperti ada tantangannya," kata Juwanto. (Baca juga: Jumlah Pemudik Motor Turun 15 Persen)

Saat ditemui Tempo, Juwanto tengah beristirahat di teras sebuah mesjid daerah Patokbesi, Subang. Motornya diparkir di depan masjid. Tak lama, Juwanto mengeluarkan nasi bungkus yang sengaja ia siapkan untuk bekal.

"Kalau mudik dengan motor memang banyak persiapannya. Yang penting jangan buru-buru ingin cepat sampai," ujar Juwanto saat ditemui Tempo, Kamis malam, 31 Juli 2014. (Baca juga: H+3, Pemudik Motor Ramaikan Jalur Selatan)

Pekan ini sudah memasuki pekan arus balik Lebaran, tetapi berbeda dengan Juwanto. Ia justru akan mudik ke Purwokerto, setelah Lebaran.

Tahun ini, Juwanto mengajak dua anak dan lima ponakannya mudik dengan motor. Bahkan, anaknya yang masih berumur 2,5 tahun pun diajak. Satu sepeda motor ditumpangi 3-4 orang.

Di bagian belakang motor terdapat besi penyangga barang. Kardus, tas baju, oleh-oleh hingga mainan anak berbentuk kuda dari plastik terikat di sana. Barang juga tampak berjejal di pijakan kaki motor Mio milik Juwanto.

Bapak empat anak ini mengaku tak takut mudik dengan sepeda motor. Ia merasakan ada sensasi berbeda ketika mampu pulang-pergi mudik dengan sepeda motor. "Rasanya berbeda antara naik bus dan motor," ungkap Juwanto.

Ia sempat berencana mudik dengan bus, namun akhirnya tetap memilih mudik dengan motor. Ia juga sempat berniat ikut angkutan gratis untuk motor dari Kementerian Perhubungan, tapi tidak ada angkutan yang sesuai tujuannya. "Ya sudah naik motor saja, sudah biasa," ujar Jumanto.

Dengan motor Yamaha Mio, Juwanto sudah empat kali mengisi bahan bakar. Ia merogoh kocek Rp 15 ribu setiap membeli bensin di SPBU. Sebelum mudik, Juwanto pun melakukan berbagai persiapan untuk motornya. "Saya mengganti oli, kanvas rem, dan lain-lain. Saya nggak mau ambil risiko bahaya," ujar Juwanto.

Hal ini dibenarkan istrinya. Sri bercerita setiap tahun kesehatan motor dan tubuh yang sehat menjadi syarat utama sebelum mudik. Pasalnya, mereka selalu mudik dengan sepeda motor sambil membawa barang dan anak-anak. Anak-anaknya pun tak ada yang rewel ketika diajak mudik dengan sepeda motor.

Pemerintah sudah melarang mudik dengan sepeda motor karena sangat rentan terhadap kecelakaan. Sebagai salah satu solusi, mereka menggelar angkutan motor gratis dengan kereta api dan kapal. Sejak H-7 hingga H-2, Kementerian Perhubungan mencatat terdapat 181.512 sepeda motor yang melintas daerah Ciasem. Jumlah ini menurun 20,3 persen dibanding mudik tahun lalu dengan total 227.659 sepeda motor.

Berdasar pantau Tempo di Jalur Pantura, masih banyak masyarakat yang mudik dengan sepeda motor. Motor mereka dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bisa mengangkut penumpang dan barang dalam jumlah banyak. Satu motor bisa diisi hingga lima orang, termasuk bayi.

PUTRI ADITYOWATI

Berita Terpopuler
Kenapa ISIS Berpotensi Membahayakan Indonesia
Syafi'i Maarif: Dukung ISIS Itu Sinting

Dua Sebab ISIS Berpotensi Berkembang di Indonesia

Ini Jawaban Australia Soal Bocoran Wikileaks

BNPT: Dukung ISIS, Kewarganegaraan Hilang