TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat hukum tata negara Refly Harun mengatakan pemerintah tidak dapat langsung mencabut status kewarganegaraan warga negara Indonesia yang terlibat dalam pembaiatan organisasi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Menurut dia, pemerintah tidak dapat menyalahkan WNI yang setuju terhadap paham ISIS dikarenakan alasan keyakinan.
"Kalau itu hanya berupa baiat tanpa disertai tindakan ilegal, harusnya tak jadi soal negara," kata Refly saat dihubungi Tempo, Senin, 4 Agustus 2014. (Baca: Polri Sebut Aktor Video ISIS Anak Buah Santoso)
Refly mengatakan pengikut ISIS di Indonesia baru dapat dicabut status kewarganegaraannya jika terbukti melakukan tindakan nyata melawan hukum, seperti penghasutan secara radikal, pemberontakan, atau tindakan makar. Menurut dia, dirinya melihat pengikut ISIS di Indonesia masih sejauh menyatakan dukungan dengan menyetujui paham ISIS tanpa ada tindakan pelanggaran hukum.
"Konstitusi menjamin orang untuk berkeyakinan apa pun. Jadi, meyakini paham ISIS adalah salah satu hak mereka," kata dia. (Baca: Jalaluddin: Kami Menolak Keberadaan ISIS Indonesia)
Namun, Refly mengatakan aparat hukum dapat bekerja mengenakan sanksi kepada pengikut ISIS jika terbukti mereka sudah melakukan gerakan di ruang publik dan mengancam keamanan WNI lainnya. Dia mengatakan pengikut ISIS baru dapat dipidanakan jika terbukti tindakan mereka merugikan bangsa dan negara.
Terkait dengan dugaan pelanggaran Pasal 23 UU No 12 Tahun 2006 tentang status kewarganegaraan, Refly menilai bahwa pemerintah, dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM, patut mengkajinya lebih dalam. Dia mengatakan pemerintah tak boleh terbawa tren teori pencabutan status kewarganegaraan ini karena ada banyak faktor dari WNI pengikut ISIS yang harus didalami terlebih dahulu.
"Bagaimana kalau para pengikut ISIS itu melakukan baiat hanya karena tren? Apakah kewarganegaraannya dapat semudah itu dicabut?" kata Refly.
Sebelumnya, Kepala BNPT Ansyaad Mbai menyatakan dukungan sekelompok warga Indonesia kepada ISIS masuk dalam kategori pelanggaran hukum. Menurut Ansyaad, para pendukung ISIS bisa kehilangan status kewarganegaraannya.
Namun, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin merasa masih perlu mengkaji Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 lebih dalam karena kasus ini termasuk baru terjadi. Mengacu pada Undang-Undang Kewarganegaraan tersebut, menurut Amir, ada rumusan yang masih perlu ada sinkronisasi pemahaman yang bulat antara pihak yang punya kewenangan terhadap masalah tersebut.
YOLANDA RYAN ARMINDYA
Terpopuler
ISIS Hancurkan Makam Nabi Yunus, Ini Alasannya
Sekjen PBB Frustasi Hadapi Israel-Hamas
Pendukung ISIS Menyebar di Negara ASEAN