TEMPO.CO, Jakarta - Untuk membuat narapidana dapat patuh sebagai warga negara, lembaga pemasyarakatan menyediakan program deradikalisasi khusus untuk para napi kasus terorisme. Sayangnya, pelaksanaan program tersebut tidak berjalan optimal karena adanya pemotongan anggaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
"Anggaran di kami tidak ada. Kegiatan yg dilakukan lebih pada kegiatan kemitraan. Yang penting kegiatan rutin hari ke hari," kata Direktur Jenderal Pemasyarakatan Handoyo Sudrajat saat ditemui di gedung Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Senin, 4 Agustus 2014. (Baca: Menkumham Bantah Narapidana Baiat ke ISIS)
Ia pun mengeluhkan soal anggaran yang kurang, sehingga berdampak pada kurang optimalnya kegiatan-kegiatan pemasyarakatan penghuni LP. Hal tersebut berdampak pada banyak program, termasuk program deradikalisasi terhadap napi kasus terorisme. (Baca: Menag Tak Bisa Sebut ISIS Aliran Sesat)
Menurut Handoyo, selama berada di LP, para napi kasus terorisme ini mendapatkan materi khusus deradikalisasi. Ia menegaskan bahwa adanya napi yang terlibat dalam pembaiatan terhadap pimpinan ISIS bukan disebabkan oleh gagalnya proses deradikalisasi di dalam tahanan. Namun lebih pada kurang optimalnya program-program tersebut dijalankan. (Baca: Polri Sebut Aktor Video ISIS Anak Buah Santoso)
Adanya kelas Pancasila mengenai Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu agenda deradikalisasi pada para napi. Namun, menurut Handoyo, jika saat ini ada napi yang masih terlibat dalam hal tersebut (pembaiatan), berarti sudah jelas bahwa mereka mengabaikan kedaulatan NKRI. "Di Kementerian sedang dibahas. Ini melanggar kewarganegaraan prosedurnya, dan lain-lainnya seperti apa."
AISHA SHAIDRA
Terpopuler:
ISIS Hancurkan Makam Nabi Yunus, Ini Alasannya
Sekjen PBB Frustasi Hadapi Israel-Hamas
Pendukung ISIS Menyebar di Negara ASEAN