TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik mengumumkan nilai tukar petani (NTP) Juli 2014 sebesar 102,12 atau naik 0,14 persen. Hal ini disebabkan oleh kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian relatif lebih tinggi dibanding kenaikan indeks harga barang dan jasa untuk keperluan produksi pertanian.
Secara nasional, indeks harga yang diterima petani naik 0,79 persen dibanding Juni 2014, yaitu dari 113,18 menjadi 114,07. Sedangkan indeks harga yang dibayar petani naik 0,65 persen, yaitu dari 110,99 menjadi 111,70. (Baca: Petani Malang Ogah Pakai Pupuk Organik Bersubsidi)
Berdasarkan hasil pemantauan BPS di 33 provinsi, NTP pada Juli dipengaruhi oleh meningkatnya subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 0,15 persen, subsektor peternakan 0,71 persen, dan subsektor perikanan 0,97 persen. “Permintaan yang cukup tinggi terhadap bahan makanan selama puasa menjadi faktor naiknya NTP,” ujar Kepala BPS Suryamin, Senin, 4 Agustus 2014.
Adapun subsektor tanaman pangan terjadi penurunan 0,19 persen karena harga gabah turun. Harga rata-rata gabah kering panen di petani turun 2,75 persen menjadi Rp 4.097 dibanding bulan lalu. Subsektor hortikultura juga mengalami penurunan 0,18 persen yang disebabkan oleh turunnya harga bawang merah dan cabai merah selama bulan puasa karena stok yang melimpah. (Baca: Jokowi Diminta Rumuskan Strategi untuk Petani)
Dari total 33 provinsi, 19 di antaranya mengalami kenaikan NTP dan sisanya mengalami penurunan. Kenaikan tertinggi terjadi di Kepulauan Bangka Belitung sebesar 1,16 persen. Sedangkan penurunan NTP terbesar terjadi di Sumatera Utara sebesar 1,26 persen.
“Kenaikan NTP di Kepulauan Bangka Belitung karena meningkatnya komoditas lada dan merica di sana,” tutur Suryamin. Sedangkan di Sumatera Utara, penurunan signifikan disebabkan oleh komoditas kopi yang mengalami penurunan NTP.
JEIHAN KAHFI
Berita terpopuler:
Foto Dirut PT KAI Tidur di Kereta Bukan Pencitraan
Logistik Laut Tak Terimbas Pembatasan Solar
Jelang Pembatasan BBM, Pertamina Libatkan Polisi