TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat energi dari ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, mendesak pemerintah segera turun tangan dalam polemik harga solar antara PT Pertamina (Persero) dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Polemik harga itu disebut tak akan bisa selesai jika cuma diurus secara business-to-business antara Pertamina dengan PLN selaku badan usaha milik negara.
"Saya kira kalau diserahkan pada B-to-B agak sulit diselesaikan. Simpulnya ada di Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan," kata Komaidi saat dihubungi, Selasa, 5 Agustus 2014. (Baca: September, Tarif Listrik Naik Lagi)
Menurut Komaidi, Kementerian Keuangan, Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral harus segera menyelesaikan polemik harga solar antara PLN dengan Pertamina itu. Sebab, listrik merupakan hajat hidup orang banyak. Di lain pihak, Pertamina sudah mengancam akan menghentikan pasokan solar jika PLN tak memenuhi harga sesuai klausul kontrak. "Kalau diserahkan ke PLN dan Pertamina, nanti debatnya, 'mana duluan, telur atau ayam?' Dua-duanya punya argumen yang kuat," kata dia. (baca: Lebaran, Jero Wacik Jamin Pasokan Listrik Aman)
Sebelumnya, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya mengancam Pertamina akan menghentikan pasokan solar ke pembangkit-pembangkit listrik PLN jika PLN tak membayar harga solar sebesar 7,8 persen dari Mean of Plats Singapore (MOPS). Sampai sekarang PLN masih membayarnya dengan ketentuan harga solar 5 persen dari MOPS. Menurut Pertamina, harga itu sudah sesuai kesepakatan antara Pertamina dengan PLN berdasarkan kajian Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Pertamina mengaku tak mau merugi terus sebab harga lama disebut merugikan perusahaannya.
Kepala Divisi Gas dan BBM PLN Suryadi Mardjoeki mengatakan hanya melaksanakan keputusan Kementerian Keuangan. Harga kajian BPKP disebutnya tak disetujui oleh Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan. Akibatnya, PLN tak bisa memproses pembayaran harga yang baru itu. (baca: Krisis Listrik, Dahlan Semprot BosPLN Kalimantan)
Pasokan solar ke pembangkit listrik PLN selama ini mayoritas berasal dari Pertamina. Kebutuhan BBM PLN pada tahun ini mencapai 7,1 juta kiloliter, sedangkan yang dipasok oleh non-Pertamina tak sampai sejuta kiloliter. Menurut PLN, jika pasokan BBM dari Pertamina dihentikan, makan Indonesia akan menjadi gelap.
KHAIRUL ANAM
Baca juga:
Tim Prabowo Minta Pemilihan Ulang di 33 Provinsi
Dirjen Pemasyarakatan Benarkan Foto Baiat Ba'asyir di LP
12 Pria Disunat Paksa atas Permintaan Istri Mereka
Progres 98 Bikin Rusuh di KPK
Menkopolhukam Perintahkan Tifatul Blokir Konten ISIS