TEMPO.CO, Jakarta - Dua pasien Amerika Serikat yang terinfeksi virus Ebola di Afrika menjalani uji coba pengobatan dengan ZMapp. Kedua pasien itu, seperti dilansir situs International Business Times, Kamis, 5 Agustus 2014, adalah Dr. Kent Branty dan Nancy Writebol. ZMapp diproduksi oeh Mapp Biopharmaceutical Inc, San Diego, Amerika Serikat. Meski obat ini dinilai potensial untuk mengobati Ebola, ZMapp belum pernah diujikan secara klinis pada manusia.
“Obat ini sebenarnya masih dalam proses penelitian atau eksperimen. Keamanannya pada manusia belum pernah diteliti dan baru pernah dicobakan pada monyet,” kata Profesor Tjandra Yoga Aditama, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, dalam rilisnya, Kamis, 7 Agustus 2014. “Obat ini digunakan pada dua pasien Amerika tersebut karena belum ada pilihan lain.” (Baca: Penularan Ebola ke Indonesia)
Ebola dipicu oleh virus dari genus Ebolavirus. Orang yang terinfeksi virus ini akan mengalami gejala antara lain muntah, diare, pendarahan dalam dan luar, serta demam. Penyakit yang namanya mengutip nama sungai Ebola di Kongo, Afrika, tempat pertama kali penyakit ini muncul pada 1976, bisa ditularkan lewat kontak langsung dengan cairan tubuh atau kulit orang penderita.
Menurut Tjandra, ZMapp berisi tiga jenis antibodi monoklonal yang diproses di tanaman, antara lain Nicotiana benthamania. Tanaman ini merupakan suatu jenis khusus daun tembakau yang digunakan untuk penelitian agroinfiltration. Dalam penelitian, rekombinan agrobacterium digunakan untuk memasukkan bahan genetik baru ke dalam tanaman tersebut. ZMapp juga merupakan koktail kombinasi antara beberapa obat lain, yaitu MB-003 dan ZMab.
“Mekanisme kerja ZMapp belum sepenuhnya diketahui. Mungkin menghambat virus memperbanyak diri atau melakukan netralisasi virus tersebut,” kata Tjandra. Untuk dapat diakui khasiat dan keamanannya serta digunakan secara luas, ia melanjutkan, maka obat ini masih memerlukan proses penelitian, yaitu uji klinik fase 1, fase 2 dan fase 3.
Sejauh ini, hasil pengobatan terhadap dua pasien Amerika tersebut cukup baik. Dalam hal ini, menurut Tjandra, ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, obat eksperimen tersebut memberi hasil atau kedua, kedua pasien itu memang tergolong dalam 40% pasien Ebola yang sembuh. Sebab, menurut data yang ada, sekitar 60% pasien Ebola saat ini meninggal. Itu artinya, sekitar 40% lainnya memang sembuh. “Jawaban yang pasti masih membutuhkan penelitian yang seksama,” kata Tjandra. (Baca: Ebola Menyebar Terlalu Cepat)
DWI WIYANA
BERITA TERBARU:
Ahok Mengira Abdee 'Slank' Adalah Gitaris Arkarna
Abdee Slank Tanyakan Sponsor Matt Hart ke Jakarta
'Dorong' Kereta Demi Selamatkan Seorang Pria
Kisah Perjuangan Para Atlet Nasional di Televisi