TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah semestinya membuat peraturan yang mengharuskan alat transportasi umum dan industri menggunakan bahan bakar nabati. Peraturan tersebut perlu dikeluarkan untuk menghemat anggaran subsidi bahan bakar minyak. (Baca juga: Kementerian Energi Uji Coba Biodiesel 20 Persen)
Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) M.P. Tumanggor mengatakan kebijakan pemerintah membatasi penjualan solar bersubsidi sudah tepat. Namun kebijakan itu dinilai belum cukup menghemat subsidi BBM. "Pemerintah seharusnya membuat kebijakan strategis dengan mewajibkan penggunaan energi terbarukan seperti bioetanol, biodiesel, serta biomassa," katanya ketika dihubungi Tempo, Rabu, 6 Agustus 2014. (Baca juga: Usulan Asumsi Energi Dalam RAPBN 2015 Disepakati)
Penggunaan campuran bahan bakar nabati 10 persen pada solar atau disebut B10 yang sudah dilakukan pemerintah, kata Tumanggor, sebenarnya sudah mampu menghemat anggaran negara hingga US$ 4 miliar. "Padahal penggunaan minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) baru 4 juta kiloliter, kalau menjadi B20, perkiraan penghematan bisa mencapai US$ 8 miliar," ujarnya. B20 adalah kebijakan penggunaan biodiesel 20 persen.
Selain alat transportasi, pemerintah juga semestinya mewajibkan industri dan perusahaan negara, seperti Perusahaan Listrik Negara (PLN), meningkatkan penggunaan biodiesel. Saat ini PLN baru menggunakan sekitar 6 ribu ton biodiesel.
Walaupun penggunaan B10 dinilai mampu menghemat anggaran, Tumanggor menilai ada beberapa evaluasi yang harus dilakukan. Evaluasi itu, antara lain, menetapkan harga keekonomian bahan bakar minyak. Menurut Tumanggor, pengusaha kebun kelapa sawit bukanlah pemilik usaha tersebut, sehingga harus mengeluarkan biaya operasi tambahan. "Jangan seperti saat ini, pemerintah berpatokan pada harga solar di Singapura. Hasilnya, margin untuk pengusaha tak ada," ujarnya.
Selain itu, penggunaan B10 juga dinilai kurang menyeluruh karena para produsen mobil merasa khawatir bahan bakar tersebut dapat merusak mesin. Menanggapi hal ini, Tumanggor meminta pemerintah meyakinkan produsen agar menyesuaikan kondisi mesin. "Selama ini belum ada sanksinya. Pemerintah semestinya lebih berani," kata Tumanggor.
Pemerintah Indonesia melalui BPH Migas mulai Senin, 4 Agustus 2014, memberlakukan pembatasan penjualan BBM berjenis solar bersubsidi dengan tujuan mengendalikan konsumsi solar. Pembatasan tersebut mengatur bahwa solar bersubsidi di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali hanya boleh dijual pada pukul 08.00-18.00 WIB.
Adapun keuntungan lain yang bisa didapatkan dengan penggunaan bahan bakar nabati adalah produksi CPO nasional yang saat ini mencapai 30 juta kiloliter per tahun bisa ditingkatkan. Dengan begitu, jumlah lahan perkebunan sawit akan bertambah. Lapangan pekerjaan pun akan meningkat.
Aprobi siap memasok CPO jika penggunaan bahan bakar nabati ditingkatkan pemerintah. Menurut Tumanggor, penggunaan CPO sebagai campuran bahan bakar sebenarnya bisa ditingkatkan menjadi 8 juta kiloliter per tahun. "Jumlah tersebut saya kira tak akan mengganggu persediaan CPO dalam negeri."
FAIZ NASHRILLAH
Berita Terpopuler
Polisi Tolak Laporan Fadli Zon Soal Ketua KPU
Sidang MK, Prabowo Bakal Pidato Soal Kecurangan
400 Advokat Prabowo Versus 200 Pengacara Jokowi
Ini Model Ukraina 'Kembaran' Angelina Jolie
Ainun Najib: Next Project, Kawalpilkada.org