TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Fadli Ramadhanil, mengatakan opening statement yang diberikan oleh Prabowo Subianto dalam sidang awal gugatan sengketa perselisihan hasil penetapan pemilihan umum presiden tidak tepat.
"Dalam hukum beracara di Mahkamah Konstitusi, tidak ada pemberian opening statement," katanya saat dihubungi Tempo pada Kamis, 7 Agustus 2014. (Baca: Sidang Pilpres Ajang Pembuktian Kredibilitas MK)
Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto menyampaikan opening statement sebelum sidang perdana terkait dengan perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Rabu, 6 Agustus 2014. Dia menjabarkan sejumlah kecurangan pada pelaksanaan pemilu presiden yang menurut temuan timnya terjadi.
Menurut Fadli, statemen yang disampaikan Prabowo hanya sebuah pidato. Statemen yang diberikan calon presiden nomor urut satu ini bisa dinilai tepat disampaikan jika tim pengacara Prabowo memasukkan pernyataan itu ke dalam permohonan secara tertulis juga. "Itu hanya pidato lepas," katanya.
Dalam pidatonya, Prabowo mengatakan dirinya bersama tujuh partai koalisi pendukung telah dicurangi secara terstruktur, sistematis, dan masif. Selain itu, Prabowo menilai perolehan suara hingga 100 persen hanya terjadi di negara otoriter. "Hal itu hanya terjadi di negara otoriter," ujarnya. (Baca: 5 Gugatan Prabowo yang Dipertanyakan Hakim MK)
Fadli menilai beberapa tudingan pasangan Prabowo-Hatta terkait dengan proses pemilihan presiden sudah tidak perlu dibawa ke Mahkamah Konstitusi. Misalnya penghitungan yang terjadi di beberapa daerah yang memenangkan pasangan Jokowi-JK sudah dibatalkan dalam rekap nasional. "Kalau di Papua itu menggunakan noken, cara tersebut sah secara konstitusi," katanya.
SAID HELABY
Terpopuler:
Ini Rapor Kepala Dinas Pendidikan DKI Lasro Marbun
Ahok Curiga, Belum Ada Pejabat DKI yang Dipecat
Hakim Wahiduddin Koreksi Gugatan Prabowo-Hatta
Migrant Care Laporkan Enam Anggota DPR Pemilik PJTKI