TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mewaspadai kemungkinan aksi teror kelompok pendukung gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Direktur Penindakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Brigadir Jenderal Petrus Reinhard Golose menuturkan antisipasi itu perlu dilakukan lantaran aktivis ISIS menguasai teknologi pembuatan bom. "Mereka lebih canggih. Teknologi bom di Suriah jauh lebih canggih dari Jamaah Islamiyah dan Jamaah Anshorut Tauhid," ujarnya kepada Tempo, Rabu, 6 Agustus 2014.
Petrus mengatakan aksi teror ISIS bisa saja terjadi jika warga negara Indonesia yang kini menjadi kombatan di Irak dan Suriah mendapat transfer pengetahuan tentang perakitan bom. "Saat ini ada 53 WNI yang ikut berperang bersama ISIS," tuturnya. Kekhawatiran itu juga dilatari oleh dukungan kelompok teroris lama yang menyatakan diri berbaiat dengan ISIS, seperti Jamaah Islamiyah dan Jamaah Anshorut Tauhid. "Paham yang mereka bawa sangat berbahaya, baik dari sisi politik, ideologi, maupun ancaman terorisme. Semua lini berbahaya." (Baca juga: ISIS Kuasai Kota Kristen Terbesar di Irak)
Untuk menangkal ancaman tersebut, ujar Petrus, pemerintah telah menjalin koordinasi dengan semua lembaga terkait untuk menjalankan program deradikalisasi dan counter radicalism. Tugas itu tak hanya bersandar pada peran BNPT. Alim ulama dan masyarakat pun punya andil untuk ikut memerangi penyebaran ideologi tersebut. "Saya kira semuanya harus terlibat. ISIS ini ancaman yang sangat hebat. Struktur kelembagaannya memang tidak sebagus Al-Qaidah, tapi mereka jauh lebih brutal," ujarnya. (Baca: Jejak ISIS di Indonesia)
RIKY FERDIANTO
Berita Lainnya:
ISIS Kuasai Kota Kristen Terbesar di Irak
Abu Bakar Ba'asyir Serahkan Bendera ISIS
Kenapa Solo Disebut Basis Gerakan ISIS?
Roro Jonggrang Masih Jadi Topik Hangat Twitter
Pria Ini Mengaku Presiden ISIS Regional Indonesia