TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran, Yogi Suprayogi, menuturkan tantangan utama pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla lima tahun mendatang adalah reformasi birokrasi. "Penyakit birokrasi di Indonesia melahirkan penyelenggara negara yang korup dan tak profesional," ujar Yogi saat konferensi pers Harapan dan Tantangan dalam Pemerintahan Jokowi, Jumat, 8 Agustus 2014. (Baca: Jokowi Jadi Presiden: Nanti Ada E-Blusukan)
Ia menyebutkan standar birokrasi di Indonesia yang saat ini berbelit-belit. Tak hanya itu, ia juga menekankan pada perampingan struktur birokrasi sebagai modal untuk membuat kinerja pelayanan publik berjalan optimal, dan menganggap perlu adanya perubahan paradigma yang menempatkan setiap orang sesuai dengan kompetensinya. "Saya setuju dengan lelang jabatan, sehingga orang menduduki jabatan karena kompetensi," ujar Yogi. (Baca: Jokowi Bentuk Pokja Khusus Kartu Indonesia Sehat)
Yogi menilai gagasan perampingan struktur kabinet dengan menggabungkan kementerian atau meniadakan menteri koordinator merupakan sebuah gebrakan. Kementerian, kata Yogi, akan berjalan efektif dan memangkas pengeluaran negara untuk belanja rutin. Ia juga memandang gagasan tersebut sebagai pintu menuju reformasi birokrasi. (Baca: SBY Tolak Bahas Tim Transisi Jokowi, Ini Alasannya)
Mengenai usulan untuk menggelar peran menteri koordinator setiap enam bulan sekali, ia menganggap hal tersebut sebagai terobosan. Namun ia menilai akan lebih baik bila membentuk koordinasi berdasarkan kelompok kerja. Menurut Yogi, sistem tersebut akan lebih efektif dibanding mengadakan menteri koordinator yang bersifat sektoral.
"Selama ini adanya menteri koordinator justru membuat tumpang-tindih program kerja," tutur Yogi. Untuk sumber daya manusia yang berada di menteri koordinator, kata dia, dapat ditransfer ke daerah di luar Jawa yang membutuhkan SDM berkualitas. Ia juga mendesak moratorium penerimaan pegawai negeri sipil, mengingat anggaran negara akan terkuras untuk menghadapi "badai tsunami pensiun" pada 2019-2025.
Ia menyebutkan ada 2,5 juta PNS yang akan pensiun pada 2019-2025. Menurut ia, moratorium juga sebagai sebuah kesempatan untuk melakukan perampingan struktur birokrasi. (Baca: Migrant Care Laporkan Enam Anggota DPR Pemilik PJTKI)
Adapun Dimas Oky Nugroho, Ketua Koordinator Sukarelawan Indonesia untuk Perubahan, menilai persoalan birokrasi akan menjadi tugas berat bagi Jokowi. "Jokowi jangan sampai 'dipenjaraemaskan' oleh birokrasi di sekitar dia. Dia harus mendobrak birokrasi warisan pemerintahan sebelumnya yang membatasi ruang gerak ke depan," ujar Dimas.
DINI PRAMITA
Baca juga:
Bursa Ketua Umum Golkar, Ini Petanya
Pilpres Diulang, Jokowi-JK Bakal Unggul Jauh
ISIS Kuasai Kota Kristen Terbesar di Irak
Abu Bakar Ba'asyir Serahkan Bendera ISIS
Kenapa Solo Disebut Basis Gerakan ISIS?