TEMPO.CO, Jakarta - Mantan hakim konstitusi, Harjono, mengatakan Mahkamah Konstitusi seharusnya menolak tambahan materi yang diajukan tim advokasi Prabowo Subianto-Hatta Rajasa setelah sidang perdana. Alasannya, MK hanya berhak memeriksa gugatan yang telah diajukan di awal. "Boleh ada perbaikan, tapi tak boleh memasukkan dalil yang baru," kata Harjono ketika dihubungi, Jumat, 8 Agustus 2014. (Baca: Pengacara KPU Keberatan Ada Tambahan Gugatan di MK)
Pernyataan senada disampaikan mantan hakim konstitusi, Maruarar Siahaan. Ia menuturkan hukum acara pengadilan tak diperbolehkan tentang itu. Menurut ia, khusus untuk pengadilan konstitusi memang masih diperdebatkan. Namun, ujar Maruarar, dalam sejarah Mahkamah Konstitusi, tak pernah ada dalil baru yang diterima. (Baca: MK Izinkan KPU Buka Kotak Suara )
Lain halnya dengan pakar hukum tata negara, Refly Harun. Ia mengatakan selama ini permasalahan tambahan dalil masih menjadi wilayah yang abu-abu. Menurut ia, tak ada larangan di MK untuk mengajukan dalil baru. Namun itu akan menjadi preseden buruk bagi persidangan ke depan jika hakim menerimanya. (Baca: KPU Sebut Gugatan Prabowo Kabur)
Akibatnya, ujar Refly, kelak pemohon sengketa pemilu asal memasukan gugatan meski dalil kurang tepat. Setelah disidangkan oleh MK, pemohon merombak seluruh isi gugatan dan menambah dalil baru. "Ini tidak adil buat termohon dan pihak terkait karena waktu pembelaan tinggal beberapa jam." (Baca: Adnan Buyung: Penambahan Materi Baru Tidak Adil)
Dalam sejarah sengketa pemilihan presiden, tutur Refly, MK pernah menerima dalil baru pada gugatan Pemilu 2009. Namun, pada akhirnya, semua gugatan pemohon ditolak MK. "Tambahan dalil barunya diterima, tapi di putusan akhir semua ditolak, artinya sama saja tak diterima," kata Refly. (Baca: Bawaslu Siap Gugurkan Tuduhan Prabowo-Hatta)
Sebagai hakim konstitusi yang menyelesaikan sengketa pemilihan presiden 2009, Harjono dan Maruarar membantah menerima dalil baru yang diajukan pemohon saat itu. Hakim tak menerima, tapi penolakannya disampaikan saat pembacaan putusan akhir. "Saat itu kami memperhatikan suasana sosial-politik yang memanas," tutur Maruarar. Ia tak ingin ada gejolak di masyarakat ketika ditolak di awal.
SUNDARI
Baca juga:
Bursa Ketua Umum Golkar, Ini Petanya
Pilpres Diulang, Jokowi-JK Bakal Unggul Jauh
ISIS Kuasai Kota Kristen Terbesar di Irak
Abu Bakar Ba'asyir Serahkan Bendera ISIS
Kenapa Solo Disebut Basis Gerakan ISIS?