TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menilai pembatasan pasokan bahan bakar minyak jenis solar bersubsidi dinilai hanya berdampak kecil bagi inflasi. Alasannya, pembatasan hanya menyangkut volume konsumsi, bukan soal kenaikan harga.
“Pembatasan BBM, kan, supaya lebih efisien,” kata Askolani saat ditemui di gedung Kementerian Koordinator Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta, Senin, 11 Agustus 2014. (Baca: BPH Migas Klaim Pengendalian BBM Efektif)
Askolani menuturkan, hal yang tidak jauh berbeda juga bakal terjadi dalam kenaikan harga elpiji 12 kilogram. “Pengalaman kami, pengaruh kenaikan elpiji lebih kecil dibandingkan BBM. Tapi sementara ini kami masih belum tahu,” tuturnya. (Baca: Harga Elpiji Tak Signifikan Pengaruhi Inflasi)
Menurut dia, hingga saat ini pemerintah belum membahas soal kenaikan harga elpiji. “Meski mungkin proposalnya sudah diajukan Pertamina, ya.”
Pembatasan BBM merupakan kebijakan pemerintah perihal pengurangan volume kuota jenis BBM tertentu dalam RAPBN Perubahan 2014. Adapun harga jual elpiji yang ditetapkan Pertamina jauh di bawah harga pokok.
Merujuk harga yang ditetapkan pada Oktober 2009, elpiji dijual Rp 5.850 per kilogram. Padahal harga pokok perolehannya Rp 10.787 per kilogram. Akibat selisih itu, Pertamina menanggung kerugian hingga Rp 22 triliun dalam enam tahun terakhir.
AISHA SHAIDRA | JAYADI SUPRIYADIN
Berita terpopuler:
Dahlan Iskan Panggil Bos PLN dan Pertamina
Terminal di Soekarno-Hatta Bakal Punya Rest Area
SPBU Tol Sepi, Karyawan Takut Kena PHK