TEMPO.CO, Jakarta - Setelah Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi melarang penjualan bahan bakar minyak bersubsidi jenis Premium di jalan tol, stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di rest area jalan tol pun mengalami penurunan pendapatan. Penurunan pendapatan ini membuat karyawan khawatir sewaktu-waktu mereka terkena pemutusan hubungan kerja dengan alasan efisiensi.
Salah satu petugas administrasi di SPBU rest area Km 13,5 Jakarta-Tangerang, Gunawan, mengungkapkan kekhawatirannya itu. "Saya karyawan. Tapi, kalau saya jadi pemilik dengan kondisi seperti ini, ya, saya pilih mengurangi dan merumahkan beberapa karyawan," katanya kepada Tempo akhir pekan lalu.
Menurut Gunawan, sejak Premium dilarang dijual di SPBU jalan tol, pendapatan di SPBU tempatnya bekerja menurun drastis. Namun ia enggan menyebutkan angka pastinya. (Baca: Masih Banyak Pengendara Kecele di SPBU Rest Area)
Gunawan menyayangkan jika PHK itu benar-benar menjadi kenyataan. Sebab, menurut dia, karyawan SPBU merupakan salah satu golongan pekerja dengan penghasilan minim. Dia pun berharap pemerintah segera mengeluarkan kebijakan yang adil bagi semua pihak, misalnya pembatasan Premium dilakukan di seluruh SPBU.
Ihwal penurunan pendapatan juga dikatakan Roby Nuralamsyah, salah satu staf pengelola SPBU di rest area Km 43 Jalan Tol Tangerang-Merak. "Pendapatan kami sebelum adanya kebijakan itu sehari bisa Rp 300-400 juta, sekarang maksimal Rp 200 juta," ujarnya. Walaupun larangan menjual Premium berdampak pada kenaikan pengguna Pertamax, hal itu belum cukup untuk mengkompensasi penurunan pendapatan yang terjadi. (Baca: Tak Jual Premium, Pendapatan SPBU Turun 50 Persen)
Seperti diketahui, mulai 6 Agustus 2014, (BPH Migas) melarang SPBU di rest area jalan tol menjual bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Aturan ini diterapkan untuk menekan volume penggunaan BBM subsidi yang terus membengkak. Hal itu pun ditentang para pengusaha, termasuk 29 anggota Asosiasi Pengusaha Tempat Istirahat Pelayanan Jalan Tol Indonesia (Aptipindo). Selain mengeluhkan penurunan pendapatan, kebijakan itu dinilai berpotensi menimbulkan PHK massal. (Baca: Jokowi Disalahkan Tak Ada Premium di SPBU Rest Area)
FAIZ NASHRILLAH