TEMPO.CO, Jakarta - Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sudah diterapkan mulai Juli 2014. Dalam sistem peradilan anak itu diatur diversi agar anak yang berhadapan dengan hukum dapat tidak menjalani proses peradilan.
Lalu, apakah diversi dapat dilakukan oleh empat orang terdakwa kasus penganiayaan SMA Negeri 3?
Ketua Satuan Tugas Komisi Perlindungan Anak Indonesia (Satgas KPAI) M. Ihsan mengatakan diversi dapat dilakukan jika perbuatan itu pertama kali dan ancamannya di bawah 7 tahun penjara.
"Kalau dalam kasus SMA 3, ancaman hukumannya di bawah 7 tahun. Itu bisa langsung diversi atau penyelesaiannya di luar jalur hukum," kata Ihsan saat dihubungi Tempo, Senin, 11 Agustus 2014.
Namun penerapan diversi hanya untuk tersangka atau terdakwa anak yang usianya minimal 12 tahun dan maksimal belum 18 tahun. "Tujuh belas tahun lebih berapa bulan masih bisa, asal tidak 18 tahun," ujarnya. (Baca: Ibu Tersangka Kasus SMA 3: Mereka Korban Tradisi)
Sebenarnya, tutur Ihsan, diversi dapat diterapkan mulai penyidikan oleh kepolisian atau penuntutan saat di kejaksaan. "Kan, bisa dilihat dari ancaman hukumannya. Kalau di bawah 17 tahun, bisa diversi, jadi tidak diadili atau disidangkan, tapi dikembalikan ke orang tua."
Namun, jika ancamannya di atas 7 tahun, pelaku dapat menggunakan hak sebagai anak, yakni hukumannya setengah dari ancaman. "Kecuali, ada pemaafan dari keluarga korban," ujar Ihsan.
Namun, karena kasus SMA 3 ini sudah sampai di tahap pengadilan, jadi penetapan diversi tergantung pada hakim. "Hakim nanti yang memutuskan diversi atau tidak," tuturnya.
AFRILIA SURYANIS
Berita Terpopuler
Besok Penumpang Transjakarta Blok M-Kota Wajib Pakai E-Ticket
Bima Arya Ditantang Benahi Bantaran Kali di Bogor
E-Ticket Transjakarta Bisa buat Belanja
Rel Commuter Line Patah, Perjalanan Terganggu