TEMPO.CO, Jakarta - Hardi, saksi Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dari Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, mengungkapkan beberapa keberatan di depan majelis Mahkamah Konstitusi.
Pertama, adanya indikasi pengguna DPKTb yang berlebihan di Kolaka Utara, Kecamatan Lasusua, yakni proses rekapitulasi suara di tiga kecamatan yang melanggar jadwal. Hingga 21 desa yang disebut tak ada pemungutan suara.
"Di Kecamatan Lasuasua di TPS 7 ada DPKTb sebanyak 78 dari 238 jumlah (pemilih) DPT yang menggunakan hak pilihnya," katanya saat memberikan keterangan di depan majelis Mahkamah Konstitusi, Selasa, 12 Agustus 2014. Dia menganggap jumlah pemilih DPKTb ini terlalu banyak. (Baca: Saksi Kubu Prabowo dari Papua Kocok Perut Hakim MK)
Kedua, soal tiga kecamatan yang dianggap melakukan rekap di luar jadwal yang ditetapkan. Salah satunya di Kecamatan Mata Oleo, Bombana. "Di PPS itu dilakukan rekap pada tanggal 10 Juli di tingkat kecamatan. Padahal yang sebenarnya tanggal 13 Juli," katanya.
Kemudian, kata Hardi, di 21 desa tercatat tidak dilakukan rekap di tingkat TPS. "Yang saya tahu, ada pemungutan suara tapi tidak ada rekap, rekap langsung di kecamatan," katanya.
Hardi kemudian mengungkapkan DPT Sulawesi Tenggara mencapai 1.798.732 pemilih, dengan DPT tambahan sebanyak 3.296 pemilih dan DPK tambahan sebanyak 32.382 pemilih.
FEBRIANA FIRDAUS
Berita Terpopuler:
Rini Soemarno Bicara soal Hubungan dengan Megawati
Penyebab Hilangnya Suara Jokowi-Kalla Belum Jelas
Lima Pemain MU Ditendang, Kagawa Aman
Benarkah Megawati Ikut Memilih Tim Transisi?
5 Hal Kontroversial tentang Syahrini
SBY, Orang Paling Tepat Bantu Transisi Jokowi