TEMPO.CO, Yogyakarta - Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII),Eko Riyadi mengatakan negara terindikasi melakukan dua jenis pelanggaran hak asasi manusia (HAM) jika penanganan kasus pembunuhan wartawan Udin benar-benar berhenti tanpa hasil.
Pertama, dia mengatakan, aparatur negara diduga kuat menggunakan kekuasaan untuk menghilangkan nyawa wartawan harian Bernas bernama Fuad Muhammad Syafrudin itu. Aparat hukum (polisi) juga terbukti telah berupaya merekayasa kasus Udin agar menjadi pidana biasa dengan motif perselingkuhan, bukan pemberitaan yang ditulis oleh Udin.
Pelanggaran kedua, Eko melanjutkan, selama 18 tahun berlalu, polisi membiarkan pelaku dan otak kejahatan pembunuhan Udin bebas tanpa menerima hukuman. Menurut Eko, apabila kasus Udin dinyatakan kedaluwarsa dan penyelidikannya dihentikan, berarti negara melakukan pembiaran terhadap kejahatan HAM. "Ketika negara melakukan pembiaran di kasus Udin sama juga terlibat pelanggaran HAM," katanya kepada pers di Yogyakarta, Rabu, 13 Agustus 2014.
Udin dipukul orang tak dikenal di halaman kediamannya hingga mengalami koma pada 13 Agustus 1996. Setelah tak sadarkan diri selama tiga hari akibat luka parah di kepala, Udin meninggal dunia pada 16 Agustus 1996. Belakangan pihak Kepolisian Daerah DIY melontarkan wacana status kedaluwarsa pada kasus ini karena telah berusia 18 tahun pada 16 Agustus 2014. (Baca: Kisah Pembunuhan Udin Difilmkan)
Berikutnya: Kejahatan Kemanusiaan Serius