TEMPO.CO, Malang - Jumlah kasus kejahatan seksual terhadap anak di Kabupaten Malang, Jawa Timur, sejak Januari hingga Agustus tahun ini sebanyak 57 kasus, atau naik 30 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Berdasarkan data di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Malang, total kejahatan seksual terhadap anak tahun lalu berjumlah 87 kasus. Sejak Januari lalu, kejahatan seksual terbanyak terjadi pada Februari dan Mei, masing-masing 10 dan 13 kasus.
Kepala Polres Malang Ajun Komisaris Besar Adi Deriyan Jayamarta mengatakan pelaku akan dijerat dengan pasal KUHP maupun Undang-Undang Perlindungan Anak. “Mereka pantas dihukum seberat-beratnya, karena kejahatan seksual terhadap anak sama dengan merusak masa depan dan mimpi si anak,” kata Adi, Kamis, 14 Agustus 2014.
Adi mengingatkan para orang tua agar meningkatkan intensitas dan frekuensi komunikasi dengan anak mereka agar sang anak merasa selalu diperhatikan dan dilindungi. Menurut Adi, peran kedua ada pada pihak sekolah karena menjadi rumah kedua bagi anak. Pihak kepolisian membantu memberikan sosialisasi kepada para orang tua dan sekolah tentang ancaman kejahatan seksual terhadap anak.
Kepala Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KP3A) Kabupaten Malang Pantjaningsih Sri Rejeki juga mengatakan kejahatan seksual terhadap anak di daerah itu cenderung meningkat setiap tahun. “Tren ini sangat mencemaskan kita semua,” ujarnya.
Untuk tahun ini Sri mengaku belum punya data lengkap. Namun, sebagai perbandingan, kasus kekerasan terhadap anak di bawah usia 17 tahun pada 2010 meningkat tiga kali lipat dari kasus serupa pada 2009.
Pada 2009, ada 18 kasus kekerasan. Namun, setahun kemudian, jumlahnya lebih dari 60 kasus. Sebanyak 45 kasus di antaranya merupakan pelecehan seksual. Selebihnya kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialami anak di keluarga miskin.
Pelakunya pada umumnya masih kerabat korban, mulai orang tua, kakak, paman, dan tetangga. Sri meyakini jumlah kekerasan yang tak dilaporkan lebih banyak lagi.
Menurut Sri, banyak keluarga yang menganggap kejahatan dan kekerasan yang dialami anak sebagai aib keluarga dan tak perlu diungkap atau dilaporkan ke lembaga berwenang. Korban pun takut melapor karena diancam pelaku. Selebihnya korban dan keluarganya tidak mengetahui tata cara melaporkan kasus yang dialami.
Korban ditampung dan mendapatkan pendampingan di Rumah Perlindungan Sosial Anak yang ada di Kota Batu. Rumah ini diisi tenaga ahli dari lembaga pemerintah dan pekerja sosial yang memiliki disiplin ilmu terkait dengan penanganan korban kekerasan, khususnya yang berkaitan dengan sisi kejiwaan korban.
ABDI PURMONO
TERPOPULER:
Adik Prabowo: Tidak Ada Rekonsiliasi dengan Jokowi
Tersengat Listrik, Ketua Komisi V Meninggal
Ahok Ingin Ping-ping Jokowi di Depan Istana
Faktor Umur Jadi Sebab Kekalahan Timnas U-19