TEMPO.CO, Pekanbaru - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyebut Provinsi Riau berada dalam status darurat kekerasan seksual terhadap anak. Provinsi Riau, menurut dia, berada pada peringkat ketujuh di Indonesia yang masuk kategori berbahaya tindakan kriminal terhadap anak, menyusul terungkapnya kasus pembunuhan disertai mutilasi dan kekerasan seksual di tiga kabupaten di Riau.
"Kasus mutilasi anak di Riau sudah menggegerkan dunia," kata Arist di Pekanbaru, Jumat, 15 Agustus 2014. Menurut Arist, tingginya kasus kekerasan terhadap anak di Riau menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dan penegak hukum. "Pemerintah dan polisi harus memberikan perhatian serius sebab anak-anak di Riau saat ini berada dalam ancaman kekerasan," katanya.
Berdasarkan investigasi Komnas Perlindungan Anak di Siak, kata Arist, tersangka Delvi merupakan otak pelaku pembunuhan dan mutilasi bocah. Kemudian Delvi memaksa istrinya, Dita Desmala Sari, 20 tahun, dan dua temannya, Supiyan, 26 tahun, dan DP, 17 tahun, membantu dalam menjalankan aksinya.
Ketiganya terlibat dalam ancaman Delvi. Menurut Arist, motivasi Delvi melakukan pembunuhan itu adalah untuk mendapatkan kelamin korbannya yang akan dijadikan tumbal untuk menjadi dukun. Sebelum dibunuh, terjadi kekerasan seksual terhadap korbannya.
Arist menuturkan Komnas Anak bersama Kepolisian sepakat mengganjar para pelaku dengan Pasal 340 tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup. Namun, dalam hal ini, kata Arist, satu pelaku, yakni DP, 17 tahun, perlu dipisahkan dari tiga pelaku lainnya karena masih di bawah umur. Terlebih DP tidak terlibat langsung melakukan pembunuhan.
RIYAN NOFITRA
Topik terhangat:
ISIS | Pemerasan TKI | Sengketa Pilpres | Pembatasan BBM Subsidi
Berita terpopuler lainnya:
Ketua Gerindra Laporkan Metro TV, Detik, dan Tempo
Jokowi: Wajar Ada Beda Pendapat Soal Hendropriyono
Rumah Novela Dirusak karena Apa?