TEMPO.CO, Yogyakarta - Kantor Kementerian Agama Wilayah Yogyakarta memprotes kebijakan legalisasi aborsi untuk korban pemerkosaan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. (Baca: Ulama Menentang PP Aborsi)
"Kami khawatir aturan ini justru berpotensi membuat kasus pemerkosaan cenderung meningkat," kata Kepala Kantor Kementerian Agama Wilayah Yogyakarta Sigit Warsita kepada Tempo Selasa, 19 Agustus 2014.
Dugaan Sigit, persepsi yang akan diterima khalayak atas aturan itu akan beragam. Untuk pelaku kekerasan seksual atau pemerkosaan, aturan ini seolah menghilangkan peran masyarakat yang selama ini terlibat dalam menjatuhkan sanksi moral pada pelaku. "Seperti meminta pertanggungjawaban pemerkosa atas perbuatannya, entah menikahi atau menafkahi jika itu berdampak kehamilan," ujar Sigit.
Dengan legalisasi aborsi ini, tutur Sigit, pemerkosa hanya menerima sanksi dari aspek hukum, yang penerapannya di Indonesia dianggap masih tergolong ringan. Bahkan kerap berakhir damai.
Menurut Sigit, dari tahun ke tahun, angka pernikahan dini, khususnya yang disebabkan oleh hamil di luar nikah, terus meningkat. Dengan pemberlakuan aturan baru ini, potensi pernikahan dini diprediksi bakal menurun.
"Tanggung jawab yang seharusnya ditanggung hilang lewat legalisasi aborsi," tuturnya. Meski PP tersebut hanya memberi batas toleransi usia kehamilan 40 hari sejak hari pertama haid berhenti, kata dia, tetap dianggap janin itu sudah memiliki hak hidup.
"Tetap dianggap sebagai calon manusia, jadi wajib dilindungi dan dihargai hak hidupnya," ujarnya. Dalam waktu dekat, Kementerian Agama beserta Majelis Ulama Indonesia akan berkoodinasi menyikapi peraturan itu.
PRIBADI WICAKSONO
Topik terhangat:
ISIS | Pemerasan TKI | Sengketa Pilpres | Pembatasan BBM Subsidi
Berita terpopuler lainnya:
Jokowi Setuju 6 Jenis Manusia Versi Mochtar Lubis Dihilangkan
Begini Pembagian Jatah Kekuasaan ala Prabowo-Hatta
Fahri Hamzah Cuit Klarifikasi Duit Nazaruddin
Chairul Tanjung Bakal Rangkap 6 Jabatan Menteri