TEMPO.CO, Jakarta - Mundurnya Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan dianggap sebagai fenomena gunung es di pengelolaan badan usaha milik negara. Hal tersebut disampaikan pengamat BUMN Said Didu saat ditemui usai mengisi acara diskusi di Gedung Dewan Pers.
"Itu menunjukkan ada persoalan di BUMN yang mendasar," kata Said, Rabu, 20 Agustus 2014. (Baca: Prestasi dan Beban Karen Agustiawan di Pertamina)
Said mengungkapkan sejak lama kinerja BUMN terhambat oleh kebijakan yang dibuat pemerintah dan DPR. Sebagai contoh, Said menyebutkan soal kebijakan kenaikan harga elpiji 12 kilogram. Penentuan harga elpiji 12 kilogram, menurut Said boleh mengikuti harga pasar karena tabung ini tidak bersubsidi. (Baca: Said Didu: Karen Mundur karena Tak Kuat Tekanan)
"Pemerintah dan ESDM, juga perekonomian bilang tidak boleh dinaikkan harganya," kata Said. Padahal, lanjut Said, tidak boleh ada intervensi apapun pada harga pasar. Kalau dilakukan akan ada empat Undang-Undang yang dilanggar.
Selanjutnya, menurut Said jika Karen masih tidak menaikkan harga maka suatu saat bisa terancam pidana karena melanggar empat UU sekaligus yaitu, 4 UU Perseroan Terbatas, UU BUMN, UU Perpajakan, dan UU Persaingan Usaha.
Terkait batalnya kenaikan elpiji tabung 12 kilo, diduga negara mengalami kerugian dari bisnis penjualan gas elpiji 12 kilogram sebesar Rp 6 triliun. Hal tersebut dianggap sebagai salah satu kegagalan Pertamina di bawah kepemimpinan Karen dari beberapa pencapaian sukses Karen selama memimpin Pertamina.
AISHA SHAIDRA
Terpopuler:
Jokowi: PAN dan Demokrat Mulai Merapat
Prediksi Mantan Hakim MK soal Gugatan Prabowo
Bisakah PTUN Menangkan Prabowo-Hatta?
Dokumen Kesimpulan Prabowo Tebalnya 5.000 Lembar
Jokowi Ingin Makan Krupuk, Pengawal Melarang