TEMPO.CO, Jakarta - Perjanjian jual-beli listrik (power purchase agreement/PPA) antara PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan PT Rajamandala Electric Power telah berlaku efektif mulai saat ini. Kesepakatan tercapai, menyusul selesainya financial closing untuk proyek PLTA Rajamandala dengan kapasitas 1 x 47 MW.
"PPA ini ditandai dengan penarikan pinjaman pertama pada 18 Agustus lalu," kata Direktur Utama PLN Nur Pamudji dalam keterangan tertulis, Kamis, 21 Agustus 2014. PPA untuk proyek ini telah ditandatangani pada 20 Agustus 2013 untuk masa kontrak 30 tahun masa operasi, dengan skema Bulit-Own-Operate-Transfer (BOOT). Setelah masa kontrak berakhir, PLTA Rajamandala akan diserahkan kepada PT PLN (Persero).
Menurut Nur, pembiayaan proyek ini nantinya akan dilakukan oleh sindikasi Japanese Bank for Internasional Cooperation (JBIC) dan Mizuho Bank Tokyo. Pembiayaan akan menggunakan skema International Project Financing tanpa adanya Jaminan Kelayakan Usaha (JKU) dari pemerintah Indonesia. (Baca: Pemerintah Baru Butuh Pembangkit 43 Ribu MW)
Sebagai gantinya, PT Rajamandala menggunakan jaminan yang diterbitkan oleh Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA), salah satu badan usaha milik Bank Dunia di Washington DC. "Penggunaan skema pembiayaan tanpa JKU ini merupakan kemajuan yang sangat berarti bagi pembangkit di Indonesia sebab ada perbaikan kepercayaan dari lender terhadap bisnis ketenagalistrikan di Indonesia," ujarnya.
Masa konstruksi PLTA Rajamandala diperkirakan butuh waktu selama 33 bulan yang dilaksanakan dengan pola full turnkey dan dijadwalkan akan mulai beroperasi secara komersial pada Mei 2017. "Untuk tahap awal, skema ini masih digunakan untuk proyek dengan skala US$ 200 juta, namun ke depan tidak menutup kemungkinan akan digunakan juga pada proyek dengan skala yang lebih besar lagi." (Baca: Pertamina Akan Stop Suplai Solar ke PLN)
PLTA Rajamandala akan dibangun di Sungai Citarum, Desa Cihea, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur. Pembangkit bertenaga air ini akan menghasilkan energi listrik rata-rata sebesar 181 Giga Watt hour (GWh) per tahun atau setara dengan produksi listrik yang dihasilkan oleh 70 juta liter bahan bakar minyak.
AYU PRIMA SANDI
Topik terhangat:
ISIS | Pemerasan TKI | Sengketa Pilpres | Pembatasan BBM Subsidi
Berita terpopuler lainnya:
Kiai Pro-Prabowo: Jika Tidak PSU, MK Cacat
Tiga Kader Golkar Gugat Ical Rp 1 Triliun
Candi Borobudur Disebut Jadi Target Teror ISIS