TEMPO.CO, Jakarta - Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Moeldoko mengatakan, jika ada yang menggunakan senjata berpeluru tajam selama berlangsungnya pengamanan sidang pembacaan putusan perselisihan hasil pemilihan umum presiden di Mahkamah Konstitusi, itu bukan anggota TNI. Menurut dia, personel TNI hanya dibekali senjata dengan peluru karet.
"Kalau ada peluru tajam berarti itu, bukan TNI," ujar Moeldoko setelah memimpin apel keamanan jelang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi di lapangan Jakarta International Expo, Kemayoran, Kamis, 21 Agustus 2014. (Baca: Gus Solah: Capres yang Kalah harus Legawa )
Bahkan Panglima menegaskan, kalau ada anggota personel TNI yang kedapatan menggunakan peluru tajam, dia akan memberi sanksi tegas kepada prajurit itu. "Akan saya gantung," tuturnya. (Baca: TNI Bantu Polisi Amankan Balai Kota DKI)
Alasannya, menurut Moeldoko, TNI harus memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat, bukan ketakutan. Terlebih, dia tidak ingin bangsa ini terpecah belah akibat konflik kedua kubu pasangan calon presiden, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla, terkait dengan sengketa pemilihan presiden. (Baca: Putusan MK, 100 Personel Brimob Jaga Tol Bekasi)
"Tidak boleh pecah dan porak-poranda," tuturnya. Karena itu, ujar Moeldoko, menjelang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi hari ini, TNI menyiagakan 5.000 pasukan gabungan dari berbagai kesatuan. Mereka adalah 2.100 personel Kodam Jaya, 900 personel Kostrad, 500 personel Kopassus, 900 Marinir, dan 400 personel Paskhas, serta didukung pasukan pendukung lain guna membantu aparat kepolisian.
TRI SUSANTO SETIAWAN
Topik terhangat:
ISIS | Pemerasan TKI | Sengketa Pilpres | Pembatasan BBM Subsidi
Berita terpopuler lainnya:
Bandel, Ahok Punya Cara Jebak Uber App/Uber.com
Jokowi Ingin Makan Krupuk, Pengawal Melarang
Prabowo Minta Ibu-ibu Siapkan Dapur Umum