TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta, mengatakan, walau mayoritas data ekonomi Amerika Serikat yang dirilis awal pekan ini melemah, indeks dolar justru terus menguat. "Situasi geopolitik di Ukraina memicu tingginya permintaan aset safe haven," ujar Rangga dalam riset hariannya.
Pelaku pasar kembali khawatir setelah Rusia berkukuh mengirimkan langsung bantuan kemanusiaan kepada pemberontak Ukraina. Langkah Rusia ini dicurigai akan meningkatkan kekuatan milisi-pro Rusia secara terselubung. (Baca: Rupiah Masih Akan Hadapi Pelemahan Lanjutan)
Situasi di Ukraina kemudian kembali memicu tekanan pada imbal hasil obligasi Amerika Serikat tenor 10 tahun sebesar 2,38 persen. Di sisi lain, data Ifo Business Climate Jerman yang turun juga memicu penguatan indeks dolar.
Pada penutupan perdagangan kemarin sore, penguatan dolar telah menekan mata uang Asia, termasuk rupiah. "Hari ini, rupiah diperkirakan masih akan berada di kisaran 11.700-11.750 per dolar dengan kecenderungan melemah," kata Rangga.
Di pasar uang, pada pukul 09.00 WIB, rupiah dibuka melemah 11 poin (0,09 persen) ke level 11.725 per dolar AS; dolar Singapura melemah 0,04 persen ke 1,2505 per dolar AS; dan rupee melemah 0,15 persen ke 60,5650 per dolar AS. (Baca: Tekanan Rupiah Masih Cukup Besar)
PDAT | M. AZHAR
Terpopuler:
Hari Ini, Tim Advokasi Prabowo Lapor ke Komnas HAM
Polisi Panggil Pengurus Gerindra Soal Garuda Merah
ISIS Rebut Pangkalan Militer Suriah
Masuk Bursa Wali Kota Depok, Tifatul Direspons Negatif
Ini Saran Komnas HAM kepada Tim Advokasi Prabowo