TEMPO.CO, Jakarta - Rencana reklamasi di Teluk Benoa, Nusa Dua, Bali, diadukan kelompok penentangnya, ForBALI, ke Komisi Nasional Hak Asazi Manusia (Komnas HAM). Pengaduan juga meliputi perusakan baliho penolakan menjelang kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Komnas HAM akan mempelajari dan mengambil sikap atas pengaduan kami," kata Ketua Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Suriadi Darmoko, Kamis, 28 Agustus 2014, yang menjadi eksponen penting gerakan ini.
Pengaduan ini berlangsung di Posko Pengaduan Komnas HAM yang dibuka di sekretariat WALHI Bali ketika Komnas HAM membuka posko pengaduan di Bali, Rabu, 27 Agustus 2014.
Pengaduan ini diterima langsung oleh Otto Nur Abdulah, Komisioner Komnas HAM. Menurut Suriadi Darmoko, ini bukanlah pengaduan yang pertama dari ForBALI. (Baca: Aksi Menentang Reklamasi Teluk Benoa Berlanjut)
Di dalam pengaduannya, ForBALI menyampaikan beberapa hal, yakni, pertama, terkait dengan penerbitan Perpres 51 tahun 2014 yang tidak memperhatikan aspirasi masyarakat Bali.
Kedua, terkait dengan penurun baliho menjelang kedatangan Presiden SBY. Tidak hanya itu, ForBALI juga mengadukan peristiwa intimidasi dalam aksi ForBALI dan adanya upaya pembungkaman yang belakangan terjadi pada gerakan penolakan reklamasi ini dengan upaya merobek baliho dan spanduk penolakan yang terpasang di berbagai titik di Denpasar dan Badung.
Upaya melegalkan reklamasi Teluk Benoa tidak pernah berhenti. Di akhir masa jabatan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono malah merestui rencana reklamasi Teluk Benoa dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang perubahan atas Perpres 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan (Sarbagita).
Inti dari penerbitan Perpres 51 Tahun 2014 adalah mengubah peruntukan perairan Teluk Benoa dari kawasan konservasi menjadi zona budi daya yang dapat direklamasi maksimal 700 hektare. (Baca: Pro-Kontra Reklamasi Teluk Benoa Bali Terus Berlanjut)
"Padahal reklamasi ditolak oleh mayoritas rakyat Bali, dan ini terlihat jelas dari seluruh proses penolakan reklamasi yang dilakukan oleh mayoritas rakyat Bali di seluruh wilayah Bali," kata Suriadi.
Pengaduan lainnya adalah soal perusakan baliho penolakan yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, yang didirikan di wilayah Denpasar dan Badung. Baliho tersebut berisi tuntutan menolak reklamasi Teluk Benoa dan batalkan Perpres Nomor 51 Tahun 2014.
Misalnya di Suwung Kauh, sudah tiga kali kejadian baliho terkait dengan penolakan reklamasi mengalami perusakan. Pertama, dibongkar oleh Polsek Denpasar Selatan menjelang kedatangan SBY ke Bali untuk membuka pesta kesenian Bali.
Kedua, perusakan baliho baru yang dipasang di sisi jalan bypass Ngurah Rai dan yang ketiga kalinya adalah perusakan terhadap baliho kedua yang telah diperbaiki. Dan foto dari perusakan itu juga disertakan dalam berkas pengaduan. "Kita diintimidasi. Seolah-olah rakyat tidak boleh ngomong, padahal yang kena dampak reklamasi ini adalah kita," tegas Bobby dari pemuda Suwung Kauh.
Menanggapi pengaduan ForBALI, Komisioner Komnas HAM Otto Nur Abdulah berjanji akan mempelajari pengaduan ForBALI. Menurut Otto, Perpres 51 Tahun 2014 ini bertentangan dengan undang-undang. "Dengan dikeluarkannya Perpres Nomor 51 Ttahun 2014, perpres ini telah menerobos dan memblejeti komitmen nasional soal adanya desentralisasi," kata Otto.
ROFIQI HASAN
Berita Terpopuler
Prabowo: Kalian Berkhianat? Dapat Apa dari Jokowi?
Hatta ke Prabowo: Mau Sampai Kapan Begini Terus?
Ada Ketegangan Selama Prabowo Menonton Putusan MK
Kenapa Prabowo Tolak Berpidato Seusai Putusan MK?