TEMPO.CO, Malang - Sebanyak 30 persen air yang dikelola Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Malang terbuang karena kebocoran pipa. Skala kebocoran ini melebihi batas toleransi 20 persen yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri lewat Surat Keputusan Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja PDAM. (Baca: Siap-siap, Air Bersih Bakal Langka di Indonesia)
Menurut Direktur PDAM Kabupaten Malang, Samsul Hadi, meski melebihi batas toleransi, skala 30 persen masih dianggap lebih bagus daripada rata-rata 38 persen angka kebocoran air PDAM se-Jawa Timur dan 40 persen angka nasional.
“Kami tidak bisa drastis menurunkan angka kebocoran karena biaya untuk mengatasinya sangat terbatas. Perbaikan kebocoran butuh biaya investasi besar,” kata Samsul, Kamis, 28 Agustus 2014. Meski begitu, ia mengaku kebocoran 30 persen bisa menganggu pendapatan perusahaan. (Baca: Air Kotor, Warga Protes PT Aetra Air Tangerang)
Penanganan kebocoran difokuskan pada kawasan dengan jumlah pelanggan yang besar dan tingkat kebocoran yang tinggi. PDAM membutuhkan sistem informasi geografis atau geographic information system (GIS) untuk menanganinya secara optimal.
Saat ini PDAM belum mempunyai GIS, baik manual maupun otomatis, yang berbasis komputasi digital. Padahal, GIS memudahkan pemetaan titik-titik dan pencarian penyebab kebocoran, potensi sumber air baru, fluktuasi debit sumber-sumber air, juga jaringan pipa yang belum terkoneksi. (Baca: Bekasi Akuisisi Sebagian Aset PDAM Tirta Bhagasasi)
Kebocoran air milik PDAM Kabupaten Malang belum teratasi sejak beberapa tahun lalu, meski pucuk pimpinan perusahaan itu sudah berganti beberapa kali. Skala kebocoran air sepanjang 2007-2008 tercatat 37 persen, lalu turun menjadi 36 persen pada 2009 berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan. Angka 36 persen setara dengan rata-rata air terbuang sebanyak 800 ribu meter kubik per bulan. (Baca: Air Mati 7 Jam, Pelanggan PDAM Bogor Protes)
Penyebab kebocoran, antara lain, pipa sudah uzur. Sebab, jaringan pipa tersebut merupakan warisan pemerintah kolonial Belanda pada era 1925-1927. Banyak pipa yang keropos dan ditambal berkali-kali. Kebanyakan pipa tua ini berada di Kecamatan Karangploso, Pujon, Lawang, dan Kepanjen.
ABDI PURMONO
Berita Terpopuler
Pembalap Denny Triyugo Tewas di Sirkuit Sentul
Khotbah Jumat Pro-ISIS, Turunkan Khatib dari Mimbar
Rini Soemarno Bicara soal Hubungan dengan Megawati
Mari Nikmati Supermoon Malam Ini sampai Dinihari