TEMPO.CO , Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi mengatakan undang-undang yang melarang diskriminasi di tempat kerja harus lebih diperjelas lagi.
"Itu diskriminasi apa? Jenis kelamin atau apa? Tidak jelas itu," kata dia saat dihubungi Tempo pada Rabu, 27 Agustus 2014.
Menurut dia, selama ini tidak ada diskriminasi di perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sistem penilaian maupun gaji ataupun kenaikan jabatan yang diperoleh karyawan perusahaan sudah didasarkan pada kualifikasi mereka.
"Kalau bagus ya kita beri sesuai dengan kualitasnya," katanya.
Dia juga mengritik keputusan perundang-undangan pemerintah yang mengadaptasi peraturan luar negeri. Menurut dia, kondisi sosial di luar negeri dan Indonesia berbeda sehingga sulit apabila ingin disamakan.
"Harus mengerti dulu, dong, bagaimana kondisi di Indonesia. Tidak bisa sembarangan saja diimplementasikan aturan dari luar," ujarnya.
Selain itu, menurut dia, perusahaan di Indonesia juga jarang yang menandatangani perjanjian kerja baru dengan aturan antidiskriminasi di dalamnya karena tidak diwajibkan.
Sofjan dan rekan-rekannya mengaku mengetahui adanya Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tetapi selama ini tidak diwajibkan. Kalaupun harus diwajibkan, dia berharap akan ada kejelasan makna diskriminasi dalam peraturan tersebut.
"Jangan sembarangan sebut saja. Apa itu diskriminasi? Kalau tidak mengerti soal dunia kerja ya jangan bikin aturan-aturan," katanya.
Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar menyebut di Indonesia hanya 6 persen dari sekitar 12 ribu perusahaan di Indonesia yang menandatangani PKB dengan perjanjian antidiskriminasi di dalamnya. Ia berencana untuk menambah 200 perusahaan yang menandatangani PKB tersebut setiap tahun ke depannya.
URSULA FLORENE SONIA
Berita Terpopuler
Prabowo: Kalian Berkhianat? Dapat Apa dari Jokowi?
Ada Ketegangan Selama Prabowo Menonton Putusan MK
Indonesia Bentuk Timnas U-19 Baru, Mengapa?
Hatta ke Prabowo: Mau Sampai Kapan Begini Terus?
Prabowo Ditemani Tokoh Ini Saat Putusan MK