TEMPO.CO, Jakarta - Paradigma pemberantasan korupsi telah mengalami pergeseran. Jaksa Agung Basrief Arief mengatakan kini upaya pemberantasan korupsi dengan cara penarikan aset negara yang hilang.
"Pemberantasan korupsi tidak cukup menghukum para pelakunya. Namun harus diimbangi dengan memotong aliran hasil kejahatan," kata dia di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis, 28 Agustus 2014. (Baca: Komunitas ASEAN, Koruptor Lebih Gampang Kabur)
Dengan menarik harta benda dari korupsi bakal memberikan efek jera sekaligus pembelajaran. "Karena tujuan untuk menikmati hasil-hasil kejahatannya akan terhalangi atau sia-sia," kata Basrief.
Penarikan aset patut dilakukan. Sebab, kerugian akibat korupsi mencapai tingkat mengkhawatirkan. Menurut laporan Bank Dunia, uang yang dicuri dari negara-negara berkembang sekitar US$ 20-40 miliar per tahun.
Namun, penarikan aset negara belum dapat diterapkan. Sebab, sejak diserahkan lima tahun lalu ke Dewan Perwakilan Rakyat, rancangan undang-undang penarikan aset negara belum juga disahkan. (Baca: Korupsi Lahan, Wakil Bupati Pelalawan Ditahan)
Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi, Romli Atmasasmita, mengatakan RUU tersebut bakal efektif memberantas korupsi. "Fokus ke harta, bukan orangnya," ucap dia.
Saat ini, penarikan aset baru dapat dilakukan setelah proses hukum suatu perkara berakhir. Namun, jika RUU tersebut disahkan, penyitaan dapat dilakukan diawal. "Caranya langsung diajukan gugatan, tanpa tuntutan," kata dia.
SINGGIH SOARES
Berita Terpopuler
Prabowo: Kalian Berkhianat? Dapat Apa dari Jokowi?
Ada Ketegangan Selama Prabowo Menonton Putusan MK
Indonesia Bentuk Timnas U-19 Baru, Mengapa?
Hatta ke Prabowo: Mau Sampai Kapan Begini Terus?
Prabowo Ditemani Tokoh Ini Saat Putusan MK