TEMPO.CO, Jakarta - Tim lembaga sosial masyarakat End Child Prostitution Child Phornography and Trafficking of Children for Sexual Purposes (ECPAT) menemukan sejumlah pejabat publik yang korupsi dan terlibat transaksi seks anak. Mereka bahkan menggunakan kekayaan hasil korupsinya untuk transaksi jual-beli video seks anak tersebut.
"Kami mendapatkan data itu dari pengakuan para korban di beberapa kota. Mereka menunjuk beberapa nama pejabat yang korup dan pernah masuk media sebagai salah satu pemesan," kata koordinator nasional ECPAT Indonesia, Ahmad Sofian, di Jakarta, Jumat, 29 Agustus 2014.
Sofian menuturkan koruptor yang dimaksud di antaranya legislator daerah, wakil wali kota, dan calon wali kota. Para pembeli konten seks anak tersebut bahkan tak hanya mengincar korban di satu daerah. "Para pelaku selalu berpindah-pindah, dan mereka menggunakan uang hasil korupsi untuk melancarkan perilaku itu," ujar Sofian.
Berdasar data Direktorat Tindak Pidana Khusus Badan Reserse Kriminal, terdapat 4.026 jumlah file berisi konten pornografi anak-anak yang diunggah di media sosial melalui Internet protocol Indonesia. Sedangkan pengguna yang mengakses file itu dari IP Indonesia sekitar 1.884. (Baca: Menelusuri Jejak Ayam Kampus Ibukota)
Anak-anak berusia 12-14 tahun diminta untuk menunjukkan bagian tubuh vital atau berpose adegan seksual oleh pemilik situs porno atau pedofil. Kemudian, pose tersebut direkam dan hasilnya diperjualbelikan oleh pelaku.
"Para koruptor dan penyedia layanan seksual anak kemudian memanfaatkan layanan jasa transfer uang yang dimiliki lembaga keuangan. Mereka membayar kepada pemilik situs atau pihak ketiga," ujar Sofian.
Tak hanya itu, modus transaksi seks anak yang kerap dilakukan para pejabat yaitu dengan membiayai sekolah korban dengan upah balik adegan seks. Mereka juga melakukan transfer uang kepada muncikari. "Sekarang, semua dengan non-cash," tutur Sofian.
Menurut Ajun Komisaris Besar Sugeng Hariyanto, Kepala Unit Informasi dan Teknologi dan Cyber Crime Direktorat Tindak Pidana Khusus Bareskrim Polri, pengakses konten seks anak mayoritas berekonomi cukup dan secara psikologis mereka sadar melakukan perbuatan itu. "Mereka malah menyalahkan masyarakat yang memakai Internet. Sekarang zamannya transaksi online. Kalau bitcoin sudah masuk Indonesia, makin susah kami lacak," kata Sugeng.
PUTRI ADITYOWATI
Berita Terpopuler
Penumpang Lion Air Ngamuk di Bandara
Sebelum Terbakar, Bus Transjakarta Baru Lulus Cek
Busway Terbakar, Korindo Diminta Tanggung Jawab
Mesin Mobil Hidup Saat Isi Bensin, SPBU Terbakar
Peran Transjakarta Sebagai Operator Bus Dievaluasi