TEMPO.CO, Jakarta: Keberadaan Rumah Susun Dinas Kebersihan di Bambu Larangan, Cengkareng Barat, Cengkareng, Jakarta Barat, masih terbengkalai. Hingga saat ini, rumah susun yang terdiri dari dua blok itu masih tidak dihuni oleh petugas dinas yang memang menjadi prioritas rusun. "Sekarang masih kami data untuk dihuni," kata Wakil Kepala Dinas Kebersihan, Isnawa Adji, saat dihubungi, Sabtu, 30 Agustus 2014.
Pantauan Tempo, kondisi rusun yang terdiri dari 200 kamar itu terlihat sepi dari aktivitas. Kondisi bangunan di Blok B juga masih banyak bagian yang rusak. Sebagian pintu dan jendela di beberapa kamar hilang karena diduga dicuri. (Baca: Besok, Rumah di Bantaran Ciliwung Kembali Digusur)
Bagian atap rusun itu juga tampak rusak dan bolong-bolong karena lama dibiarkan. Lantai di blok itu juga terlihat kotor hingga menimbulkan kesan kumuh dan tidak terawat. Di sebagian sisi blok juga terlihat remang-remang dan kekurangan cahaya.
Sampah berupa styrofoam hingga kertas tampak bertumpuk di salah satu sisi blok. Selain itu, hawa lembap juga terasa di rusun itu karena masih belum ditempati hingga sekarang.
Isnawa mengatakan rusun itu memang diperuntukan bagi pekerja harian lepas (PHL) yang dipekerjakan oleh dinas. Dia mengatakan masih menyeleksi nama-nama pekerja yang memang berhak tinggal di rusun tersebut. Saat ini, surat keputusan dari kepala dinas disebutnya belum terbit sehingga masih belum bisa dihuni oleh para pekerja.
Dia menargetkan penyelesaian pendataan rusun itu bisa selesai dalam waktu satu hingga dua bulan. "Kalau dari kami juga mempertimbangkan waktu pengabdian pekerja itu," kata dia.
Soal kondisi rusun, mantan Camat Tambora itu juga mengakui bahwa keadaannya masih belum sepenuhnya layak huni. Bahkan, instalasi listrik dan air di blok B itu juga disebutnya belum terpasang dengan baik sehingga belum layak huni. Namun dia menyatakan Dinas bakal perusahaan penyedia air dan listrik agar masalah itu bisa segera diselesaikan.
"Saya juga sempat meninjau lokasi dan memerintahkan para pekerja untuk membersihkan rusun tersebut," ujar dia.
Persoalan fasilitas di rusun itu diakui oleh Usman, 35 tahun, PNS golongan 2A yang sudah tinggal di Blok A1 nomor 4 rusun. Dia mengatakan persoalan paling penting dari rusun itu ada ketersediaan air bersih. Menurut dia, hingga sekarang Rusun Kebersihan masih belum memiliki instalasi air.
Dia mengatakan harus membeli air bersih untuk kebutuhannya sehari-hari. Tiap hari dia mengatakan harus merogoh kocek Rp 25 ribu agar bisa mendapatkan suplai air bersih. Air itu digunakan oleh dirinya dan juga istri serta tiga orang anaknya yang masih kecil. "Karena soal air itu banyak yang tidak mau tinggal di sini," katanya.
Selain air, Usman juga diharuskan membeli voucher listrik Rp 200 ribu tiap bulan. Jika dijumlahkan, selama sebulan dia harus merogoh kocek hingga Rp 950 ribu agar bisa menikmati air bersih dan listrik. Jumlah itu lebih besar ketimbang biaya kontrak rumah yang cuma Rp 800 ribu per bulan.
"Padahal untuk rusun gratis, tapi jadi mahal karena listrik dan air belum lengkap," kata dia.
Sedangkan menurut Suedi, 35 tahun, PHL yang bertugas mengemudikan truk sampah, belum tahu kapan bisa tinggal di rusun tersebut. Dia mengatakan ingin tinggal di rusun karena selama ini masih menumpang di rumah kerabatnya di Sepatan, Tangerang. Meski air dan listriknya belum tersedia sepenuhnya, dia mengaku malu karena terus-terusan menumpang di rumah kerabatnya itu.
"Kalau diberi jatah tinggal di rusun ya saya pasti mau," kata sopir yang sudah mengabdi selama 10 tahun itu.
DIMAS SIREGAR
Terpopuler
Sempat Ditolak Prabowo, Suhardi Malah Dapat Pajero
Prabowo Pilih Suhardi karena Kloset Jongkok
Simpatisan ISIS Beberkan Rencana Teror Biologis
Tiga Wanita Malaysia Jihad Seks untuk ISIS
Ini 15 Senjata Andalan ISIS